Senin, 04 Mei 2015

meresum kuliah akhlaq



KULIAH AKHLAQ
TUGAS MERESUM BAB III & BAB IV





Disusun Oleh :
ALFIAN NURUL RATRI
(20130720095)



TAHUN AJARAN 2013/2014

     KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Meresum Akhlaq ini yang berjudul “Akhlaq Terhadap Rasulullah SAW dan Akhlaq Pribadi”. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi besar Muhammad SAW dan semoga kita menjadi pengikutnya yang setia dan mengikuti sunnahnya sampai ajal menjemput kita.
Penulis ucapkan terima kasih tak terhingga kepada Bapak Nauval Ahmad Rizaul Alam M.A. selaku dosen mata kuliah “Akhlaq” yang selama ini memberi kontribusi besar kepada kami, mahasiswa jurusan “Pendidikan Agama Islam”, dalam memahami mata kuliah “Akhlaq”.
Penulis menyadari, masihbanyakkekurangandalampenulisanmakalahini. Untukitu,kritikdan saran yang membangunsangat kami harapkan dalam upaya menjadikan penulisan makalah ini menjadi lebih baik.
           
Yogyakarta, 8 November 2013

Penulis




BAB III
AKHLAK TERHADAP RASULULLAH SAW

A.    MENCINTAI DAN MEMULIAKAN RASUL
Setiap orang yang mengaku beriman kepada Allah SWT tentulah harus beriman bahwa Muhammad SAW adalah Nabi dan Rasululah yang terakhir, penutup sekalian nabi dan rasul, tidak ada lagi nabi apalagi rasul sesudah Beliau (QS. Al-Ahzab 33: 40). Beliau diutus oleh Allah SWT untuk seluruh umat manusia sampai hari Kiamat nanti (QS. Saba 34: 28). Kedatangan beliau sebagai utusan Allah merupakan rahmat bagi alam semesta (QS. Al-Anbiya 21: 107).
Sebagai seorang mukmin sudah seharusnya dan sepantasnya kita mencintai beliau melebihi cinta kita kepada siapapun selain Allah SWT. Bila iman kita tulus, lahir dari lubuk hati yang paling dalam tentulah kita akan mencintai beliau karena cinta itulah yang memuktikan kita betul-betul beriman atau tidak kepada beliau. Rasulullah saw bersabda:
لاَيُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتىَّ أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ نَفْسِهِ وَوَ لَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ.

“Tidaklah beriman salah diantara kalian sebelum aku lebih dicintainya daripada dirinya sendiri, orang tuanya, anakanya, dan semua manusia”. (HR. Bukhari, Muslim dan Nasa’i)

Rasa cinta yang kita miliki kepada beliau dan Allah SWT merupakan cinta yang pertama dan utama dari yang lainnya. Kita tidak diperkenankan untuk mencintai kepada sesuatu melebihi cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya. Dalam hal ini maka Allah memperingatkan kepada umatnya dalam penjelasan (Surat At-Taubah 9:  24). 
Contohnya berdagang yang tidak memperdulikan halal dan haram.
Setelah kita mencintai Rasulullah saw, kita juga berkewajiban untuk menghormati dan memuliakan beliau, lebih daripada kita menghormati dan memuliakan tokoh manapun dalam sejarah umat manusia. Tidak boleh mendahului beliau dalam mengambil keputusan atau menjawab pertanyaan (QS. Al-hujarat 49: 1).
Contohnya : dalam mengajukan perrtanyaan dalam suatu pertemuan majlis, tidak berbicara keras dihadapan beliau (QS. Al-Hujarat 49:2).
B.     MENGIKUTI DAN MENAATI RASUL

Mengikuti Rasulullah saw (ittiba’ ar-Rasul) adalah salah satu bukti kecintaan seorang hamba terhadap Allah SWT. Kita sebagai umat manusia haruslah taat kepada Rasulullah karena taat kepada beliau merupakan bagian dari taat kepada Allah SWT.
Rasulullah juga diberi kewenangan tidak hanya menjelaskan dan menegaskan ajaran dan aturan Allah dalam Al-Qur’an tapi juga menetapkan apa yang belum ada pada Al-Qur’an seperti shalat dan tata caranya. Beliau bersabda:
صَلُّوْا كَلَ رَأَيْتُمُوْ نِى أُصلَّىِ. (رواه البخارى)

“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)

Bagi seorang mukmin tidak ada jawaban lain apabila diperintah untuk patuh kepada beliau kecuali ucapan sami’na wa atha’ na (QS. An-Nur 24:51). Apabila perintah beliau tidak diikuti maka kita sendiri yang akan rugi.
Mengikuti dan mematuhi Rasulullah berarti mengikuti jalan lurus tersebut dengan segala rambu-rambunya. Rambu tersebut ialah segala aturan kehidupan yang dibawa oleh Rasulullah saw yang terlembagakan dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Itulah yang menjadi pegangan bagi umat manusia agar di pegang teguh, dan manusia pun tidak akan tersesat buat selamanya. Ajaran Al-Qur’an dan Sunnah yang diwariskan oleh Rasulullah saw bersifat komprehensif yaitu mencakup seluruh aspek kehidupan.
Garis besar dari warisan tersebut dibagi dalam aspek  aqidah, akhlak, ibadah, dan mu’amalah. Dalam penjelasan dari aspek tersebut dibagi dua yaitu: pertama bersifat statis, dijelaskan secara terperinci (nilai baik buruknya tidak berubah tapi manifestasinya bisa berubah),maksudnya disini kita mengikuti dan mematuhi Rasulullah apa yang ada tanpa mengurangi ataupun menambahnya. Kedua bersifat dinamis, disini kita hanya dituntut untuk mengikuti prinsip-prinsipnya atau garis besarnya saja.
C.    MENGUCAPKAN SHALAWAT DAN SALAM
Allah memerintahkan orang beriman untuk mengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad saw. Dalam ayat tersebut menyatakan bahwa Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada beliau (QS. Al-Azhab 33: 56).  Hal itu menunjukkan betapa mulia dan pentingnya perintah bershalawat dan salam itu kita lakukan.
Secara etimologis shalawat, ash-shalah bentuk mashdar dari yushallun berarti do’a, istighfar dan rahmah. Bisa diartikan pula Shalawat ialah dimana kita atau orang-orang beriman mendo’akan beliau supaya Allah SWT menambahkan kemuliaan dan kehormatan baginya. Ucapan shalawat dan salam dari orang-orang beriman disamping sebagai bukti penghormatan kepada beliau juga bentuk kebaikan diri kita sendiri. Sebaliknya Nabi menyatakan bahwa orang yang tidak bershalawat tatkala mendengar nama beliau disebut adalah orang yang bakhil.
Waktu dan Teks Shalawat dan Salam
Selain membacanya dalam ibadah shalat, kita dianjurkan sebanyak mungkin mengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi muhammad saw dalam berbagai kesempatan terutama dalam pidato, keitka nama Beliau disebut dan dalam pembicaraan sehari-hari. Berikut teks yang digunakan:
1.    Teks Salam
السَّلاَ مُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكاَ تُهُ.
“Semoga keselamatan bagi engkau, wahai Nabi, beserta rahmat dan berkah dari Allah”

2.      Teks Shalawat
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَ مُحَمَّدٍ وَعَلَىَ الـــِـ مُحَمَّدٍ كَاَ صَلَّيْتَ َعَلَىَ إِبْرَا هِيْمَ وَالـــــِ إِبْرَا هِيْمَ, وباَ رِ كْ عَلَ مُحَمَّدٍ وَعَلَىَ الـــِـ مُحَمَّدٍ كَاَ باَرَكْتَ َعَلَىَ إِبْرَا هِيْمَ وَالـــــِ إِبْرَا هِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
“Ya Allah, limpahkanlah rahmah-Mu kepada Muhammmad dan keluarganya, sebagaimana Engkau melimpahkannya kepada Ibrahim dan keluarganya. Dan berkahilah Muhammad dan keluarganya, sebagaimana engkau telah berkahi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Yang Maha Terrpuji dan Maha Mulia”.

Sedangkan diluar shalat tidak ada teks yang baku yang harus dibaca misalnya ketika kita mendengar nama Beliau disebut hendaknya kita mengucap shallahu’alaihi wa sallam. Begitulah sebagai ujud dari iman, cinta, dan hormat kita kepada Nabi Muhammad saw dan juga sebagai bentuk terima kasih kita kepada beliau atas jasa-jasa nya.

BAB IV
AKHLAQ PRIBADI
Disini kita akan membahas apa saja yang termasuk dalam akhlaq pribadi atau perilaku diri sendiri terhadap keseharian yang menyeluruh. Berikut yang termasuk dalam akhlaq pribadi:
A.    SHIDIQ
Shidiq (ash-sidqu) artinya benar atau jujur. Lawannya yaaitu bohong (al-kazib). Jujur ialah antara hati dan perkataan harus sama tidak boleh berbeda apalagi antara perkataan dan perbuatan. Rasulullah saw memerintahkan setiap Muslim untuk selalu jujur, karena jujur membawa kepada kebaikan dan kebaikan akan mengantar kita ke surga dan begitupun sebaliknya. Bentuk-bentuk shidiq diantaranya:
1.      Benar Perkataan (shidiq al-hadits), seorang Muslim akan selalu berkata yang benar, baik dalam menyampaikan informasi, menjawab pertanyaan, melarang dan memerintah ataupun yang lainnya. Allah akan mengasihi bagi orang yang berkata benar dan akan dicintai dalam masyarakat.
2.      Benar Pergaulan(shidiq al-mu’amalah), Seorang Muslim akan selalu bermu’amalah dengan benar, tidak menipu, tidak berkhianat, tidak memalsu, sekalipun kepada non-muslim.
3.      Benar Kemauan (shidiq al-azam), Seorang Muslim sebeum melakukan sesuatu harus mempertimbangkan dan menilai terlebih dahulu apakah yang dilakukannya itu benar dan bermanfaat atau tidak.
4.      Benar Janji (shidiq al-wa’ad), Seorang Muslim apabila berjanji selalu menepatinya sekalipun dengan musuh dan anak kecil. Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa Allah SWT menyukai orang-orang yang menepati janjinya, Keputusan hati (‘Azam) untuk melakukan suatu kebaikan dinilai sebagai janji, menepatinya disebut wa’fa dan memungkirinya disebut kadzib(bohong). QS. At-Taubah 9: 75-77.
5.      Benar Kenyataan (sidq al-hal), Seorang Muslim akan menampilkan diri seperti keadaan yang sebenarnya. Dia tidak menipu , tidak memakai baju kepalsuan, tidak mencari nama, dan tidak pula mengada-ada. Dalam sabda Rasulullah dijelaskan orang yang berhias dengan bukan miliknya supaya kelihatan kaya sama saja seperti orang memakai dua kepribadian.

Bentuk-bentuk kebohongan :
Sifat bohong adalah sifat yang tercela. Seorang Muslim harus menjauhi segala macam keohongan. Rasulullah saw menyatakan, (mestinya) seorang mukmin tidak mungkin jadi pembohong. Berikut beberapa bentuk kebohongan:
1.      Khianat, sifat khianat adalah seburuk-buruknya sifat bohong yang dimiliki seseorang. Mudharatnya langsung menimpa orang lain. Allah SWT melarang orang-orang yang beriman berkhianat apalagi kepada Allah dan Rasul-Nya. Dia tidak menyukai para pengkhianat (QS. Al-Anfal 8: 27 & QS. An-Nisa’ 4: 107).
2.      Mungki Janji, seseorang yang memilki perilaku ini kepribadiannya lemah. Sifat ini mencabut kasih sayang dan mendatangkan kemudharatan. Rasulullah saw memasukkan mungkir janji sebagai salah satu sifat orang-orang munafik. (HR. Muslim).
3.      Kesaksian Palsu, sifat ini merupakan dosa besar dan banyak mendatangkan kemudharatan daripada manfaatnya. Dan salah satu sifat “ibadurrahman (hamba-hamba Allah yang akan mendapat kasih sayang-Nya)” ialah tidak memberikan kesaksian palsu (QS. Al-Furqan 25: 72).
4.      Fitnah, seseorang yang memiliki sifat ini biasanya ada maksud tertentu untuk menjatuhkan nama baik atau mengagalkan usahanya. Allah SWT memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk Tabayyun (menyelidiki kebenaran suatu berita) sebelum mempercayai apa yang disampaikan oleh orang fasik supaya tidak mendatangkan malapetaka kepada orang tidak bersalah( QS. Al-Hujarat 49: 6).
5.      Gunjing ,sifat ini memunjukkan bahwa pelakunya memiliki jiwa yang sakit, tidak ada yang menjadi keinginannya kecuali melihat orang bertengkar dan bermusuhan. Allah memberikan perumpamaan kepada orang yang mengunjing seperti orang yang memakan bangkai saudaranya.(QS. Al-Hujurat 49:12). Untuk menghindari sifat ini sebaiknya tidak mendengarkannya.

B.     AMANAH
Amanah artinya dapat dipercaya. Dalam pengertian sempit amanah adalah memelihara titipan dan mengembalikan nya kepada pemiliknya dalam bentuk semula. Sedangkan dalam artian luas berarti mencakup banyak hal. Tugas yang dipikulkan untuk manusia ini disebut amanah taklif. Inilah amanah yang paling berat dan besar (QS. Al-Azhab 33:72). Bentuk-bentuk amanah sebagai berikut:
1.      Memelihara Titipan dan Mengembalikannya Seperti Semula.
Sebagai seorang Muslim bila kita dititipi oleh orang lain maka kita sebaiknya menjaga dan memeliharanya dengan baik hingga saatnya untuk dikembalikan kepada yang punya(QS. An-Nisa 4: 58). Dan bila kita punya niat baik untuk mengembalikannya seperti semula maka Allah akan membantunya untuk memeliharanya.
2.      Menjaga Rahasia
Seorang Muslim bila dipercaya untuk menjaga rahasia entah itu apapun rahasianya, dia wajib menjaganya supaya tidak bocor kepada orang lain yang tidak berhak mengetahuinya. Rasulullah bersabda “Apabila seseorang menyampaikan sesuatu penting dan rahasia kepada kita, itulah amanah yang harus dijaga”. (HR. Abu Daud)
3.      Tidak Menyalahgunakan Jabatan
Jabatan adalah amanah yang wajib dijaga. Segala macam bentuk penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi, keluarga ataupun yang lainnya itu termasuk perbuatan tercela dan melanggar amanah. Rasulullah menegaskan bahwa perbuatan menyalahgunakan jabatan yang tidak semestinya  merupakan korupsi (HR. Abu Daud).
4.      Menunaikan Kewajiban Dengan Baik
Allah SWT memikulkan ke atas pundak-pundak manusia tugas-tugas yang wajib dia laksanakan, baik dalam hubungannya dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan makhluk lainnya. Semua  tugas yang dipikulkan wajib dilaksanakan oleh manusia daengan sebaik-baiknya karena nanti dia harus mempertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT , betapapun kecilnnya dihisab oleh Allah SWT. (QS. Zilzalah 99: 7-8).
5.      Memelihara Semua Nikmat yang Diberikan Allah
Semua nikmat yang diberikan oleh Allah kepada umat manusia adalah amanah yang harus dijaga dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Khianat merupakan lawan dari amanah. Sifat khianat adalah sifat kaum munafik yang sangat dibenci oleh Allah SWT, apalagi yang dikhianati Allah dan Rasul-Nya. Allah melarang orang-orang yang beriman berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya(QS. Al-Anfal 8: 27).
C.     ISTIQOMAH
Secara etimologis, istiqomah berasal dari kata istaqama-yastaqimu yang berarti tegak lurus. Secara terminologi Akhlaq, istiqomah adalah sikap teguh dalam mempertahankan keimanan dan keislaman sekalipun menghadapi berbagai macam tantangan dan godaan. Ibarat menjadi batu karang di lautan. Perintah untuk beristiqamah dinyatakan dalam Al-Qur’an dan Sunnah (QS. Hud 11: 112).
Iman yang sempurna adalah iman yang mencakup tiga dimensi: hati, lisan dan perbuatan. Seorang yang beriman haruslah istiqamah dalam ketiga dimensi tersebut, karena dia akan selalu menjaga kesucian hati, kebenaran perkataannya dan kesesuaian perbuatannya dengan ajaran islam. Ibarat berjalan orang yang beristiqamah selalu mengikuti jalan yang lurus.  Jalan lurus yang dimaksud adalah agama islam.
Ujian keimanan itu tidak selamanya dalam bentuk yang tidak menyenangkan, tapi juga dalam bentuk yang menyenangkan. Pujian juga ujian seperti celaan, kesuksesan bisnis dll. Seorang Mukmin yang istiqamah akan tetap teguh dengan keimanannya menghadapi dua macam ujian tersebut dan dia tidak akan mundur oleh berbagai macam godaan yang datang.
Buah dari istiqamah yaitu dijauhkan oleh Allah SWT dari rasa takut dan sedih, mendapatkan kesuksesan dalam kehidupannya di dunia karena dilindungi oleh Allah SWT, dan di akhirat dia akan berbahagia menikmati karunia Allah didalam surga (QS. Fushshilat 41: 30-32).
Istiqamah sangat diperlukan dalam kehidupan ini karena tanpa sikap itu manusia akan cepat berputus asa dan cepat lupa diri dan mudah terombang-ambing oleh arus. Orang yang tidak beristiqamah ibarat baling-baling di atas bukit yang berputar menuruti hembusan angin.
D.    IFFAH
Secara etimologis, iffah adalah bentuk mashdar dari affa’-ya’iffu-iffah yang berarti menjaukan diri dari hal-hal yang tidak baik atau kesucian tubuh. Secara terminologis, iffah adalah memelihara kehormatan diri dari segala hal yang akan merendahkan, merusak dan menjatuhkannya. Maka dari itu untuk menjaga kehormatan diri, seorang haruslah menjauhkan diri dari segala perbuatan dan perkataan yang tidak baik, dan juga mengendalikan hawa nafsu.


Bentuk –bentuk iffah:
1.      Menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan masalah seksual. Tidak bergaul secara bebas dan menjaga pandangan. Islam juga mengajarkan kepada kita bagaimana mengatur pandangan terhadap lawan jenis dan bagaimana berpakaian yang sopan dan benar menurut agama atau sesuai syar’i.
2.      Menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan masalah harta. Al-Qur’an menganjurkan kepada orang-orang berpunya untuk membantu orang-orang miskin yang tidak mau memohon bantuan karena sikap iffah mereka (QS. Al-Baqarah 2: 273). Islam juga mengajarkan terutama bagi orang-orang miskin untuk tidak meminta-minta karena perbuatan itu merendahkan kehormatan diri.
3.      Menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan kepercayaan orang lain kepada dirinya. Disini seseorang harus menjauhi segala macam bentuk ketidak jujuran.
Iffah sangat penting dan perlu untuk menjaga kehormatan dan kesucian diri agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Dan juga mendapatkan keridhoan Allah SWT.
E.     MUJAHADAH
Istilah mujahadah berasal dari kata jahada-yujahidu-mujahadah-jihad berarti mencurahkan segala kemampuan. Mujahadah adalah mencurahkan segala kemampuan untuk melepaskan dii dari segala hal yang menghambat pendekatan diri terhadap Allah SWT, baik hambatan yang bersifat internal (dari jiwa, hawa nafsu) dan eksternal (dari syaitan). Apabila seseorang bermujahadah untuk mengharap ridho Allah , maka Allah berjanji akan menunjukkan jalan kepadanya untuk mencapai tujuannya tersebut (QS. Al-Ankabut 29: 69).
Objek mujahadah :
1.      Jiwa yang selalu mendorong seseorang untuk melakukan kedurhakaan.
2.      Hawa nafsu yang tidak terkendali, jika seseorang tidak mengendalikan hawa nafsunya maka ia akan banyak mudharatnya. Untuk mengendalikan nya diperlukan sebuah perjuangan yang tidak mengenal lelah. Karena perang melawan hawa nafsu sendiri jauh lebih berat daripada perang menghadapi musuh.
3.      Syaithan yang selalu membujuk manusia untuk memperunut hawa nafsunya sehingga mereka lupa kepada Allah SWT dan kemudian lupa dengan dirinya sendiri. Tentang hal ini Allah menjelaskannya dalam (Surat Fathir 35: 6).
4.      Kecintaan terhadap dunia yang berlebihan sehingga mengalahkan kecintaan kepada Akhirat. Hal tersebut menyebabkan seseorang takut mati dan tidak berani berjihad. (QS At-Taubah 9: 38)
5.      Orang-orang kafir dan munafik yang tak pernah puas hati sebelum orang-orang beriman menjadi kufur kembali (QS. Al-Baqarah 2: 109).
6.      Para pelaku kemaksiatan dan kemunkaran dari orang-orang yang yang beriman. Untuk itulah orang yang beriman diperintahkan Allah SWT untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar (QS. Ali-Imran 3: 104).
Cara Mujahadah ada tiga yaitu:
pertama, sebagai lanasan teoritis, berusaha sungguh-sungguh.
Kedua, melakukan amal ibadah praktis yang di tuntukan Rasulullah saw untuk memperkuat mental spiritual dan meningkatkan semangat juang untuk mengahadapi semua tantangan.
Ketiga, jihad dengan harta benda, ilmu pengetahuan, tenaga, sampai kepada jihad dengan nyawa (perang fisabilillah) (QS. Ash-Shaf 61: 10-13)
F.     SYAJA’AH
Syaja’ah artinya berani. Tapi berani yang berlandasan kebenaran dan dilakukan dengan penuh pertimbangan. Keberanian tidak hanya di ukur dari fisiknya saja namun berani yang di tentukan oleh hati dan kebersihan jiwa. Kemampuan pengendalian diri waktu marah, sekalipun dia mampu melampiaskannya, adalah contoh keberanian yang lahir dari hati yang kuat dan jiwa yang bersih (H. Muttafaqun’Alaihi).

Bentuk keberanian yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah dibagi menjadi beberapa bentuk yaitu: 
1.      Keberanian menghadapi musuh dalam peperangan (jihad fisabilillah).
2.      Keberanian menyatakan kebenaran (kalimah al-haq) sekalipun di hadapan penguasa yang zalim.
3.      Keberanian untuk mengendalikan diri tatkala marah sekalipun dia mampu melampiaskannya.

Sumber keberanian menurut Raid Abdul Hadi dalam bukunya Mamarat al-Haq kurang lebih ada tujuh faktor yang menyebabkan seseorang memiliki keberanian yaitu :
1.      Rasa takut kepada Allah SWT, membuat seseorang tidak takut kepada siapapun selama dia yakin bahwa yang dilakukannya adalah dalam rangka menjalankan perintah-Nya (QS. Al-Azhab 33: 39). Mereka juga mempunyai keberanian karena yakin bahwa Allah akan menolongnya dan memberikan perlindungan kepadanya (QS. Ali-Imran 3: 173).
2.      Lebih mencintai akhirat daripada Dunia.
3.      Tidak Takut Mati, kematian adalah sebuah kepastian, mau dimana kita bersembunyi cepat atau lambat setiap orang juga akan mati. (QS. An-Nisa 4: 78).
4.      Tidak Ragu-ragu,  apabila seseorang ragu-ragu dengan keberan yang diperjuangkan tentu dia akan takut menghadapi resiko.
5.      Tidak Menomor Satukan Kekuatan Materi.
6.      Tawakal dan Yakin Akan Pertolongan Allah. (QS. Ath-Thalaq 65: 3)
7.      Hasil Pendidikan, sikap berani takut juga tak lepas dari didikan baik itu dari keluarga, sekolah dan di lingkungan sekitar.

Jubun atau Penakut
Lawan dari sifat syaja’ah adalah jubun (al-jubn) yaitu penakut. Penakut adalah sifat yang tercela, sifat orang-orang yang tidak benar-benar takut kepada Allah.




G.    TAWADHU’
Tawadhu artinya rendah hati lawan dari sombong. Sikap tawadhu’ terhadap sesama manusia adalah sifat mulia yang lahir dari kesadaran akan ke Maha Kuasaan Allah SWT atas segala hamba-Nya. Orang yang tawadhu’ menyadari apa saja yang dimilikinya semua itu merupakan karunia dari Allah SWT. (QS. An-Nahl 16: 53).
Keutamaan tawadhu’ yaitu akan mengangkat derajat seseorang itu untuk dihormati dan dihargai. Selain itu Allah akan memasukkan orang-orang yang tawadhu’ kedalam kelompok hamba-hamba yang mendapatkan kasih sayang dari Allah Yang Maha Penyayang. Bentuk tawadhu’ didalam pergaulan bermasyarakat sebagai berikut:
1.      Tidak menonjolkan diri sebagai orang yang statusnya tinggi atau statusnya sam.
2.      Bergaul dengan orang awam dengan ramah.
3.      Mau duduk bersama orangorang fakir miskin, cacat tubuh, dan kaum dhuafa lainnya.
4.      Tidak makan dan minum berlebihan dn tidak memakai pakaian yang terlihat megah, dll.

Takabur atau Sombong
Sombong yaitu sikap menganggap dirinya lebih dan meremehkan orang lain. Karena sikapnya itu orang yang sombong selalu mengaggap dirnya benar maka dia tidak mau menerima kritikan ataupun nasehat dari orang lain. Yang dia hanya dengarkan berupa pujian-pujian terhadap kelebihannya saja. Allah akan memalingkan orang yang sombong dari tanda-tanda kekuasaaan Allah. (QS. Al-A’raf 7: 146). Maka orang-orang yang sombong itu di Akhirat nanti tidak akan masuk surga. (HR. Muslim).
Bentuk-bentuk takabur :
1.      Jika mengahadiri suatu majlis dia ingin dan senang kalau para hadirin berdiri menyambutnya.
2.      Jika berjalan dia ingin ada orang mengikuti dibelakangnya.
3.      Tidak mau mengunjungi orang yang statusnya di anggap lebih rendah dari dirinya,dll.

H.    MALU
Malu (al-haya) adalah sifat atau perasaaan yang menimbulkan keengganan melakukan sesuatu yang rendah atau tidak baik. Sifat malu merupakan akhlaq terpuji yang menjadi keistimewaan ajaran islam (HR. Malik). Rasa malu adalah sumber utama kebaikan dan unsur kemuliaan dalam setiap pekerjaan (HR. Tirmidzi).
Sifat malu dapat dibagi kepada tiga jenis: pertama, malu kepada Allah SWT, kedua, malu kepada diri sendiri dan ketiga malu kepada orang lain. Ketiga rasa malu tersebut harus ditumbuhkan dan dipelihara terus menerus oleh seorang Muslim. Apalagi malu terhadap Allah SWT karena ia selalu melihat, mengawasi apa-apa yang kita perbuat.
Memelihara kepala dan isinya berarti memelihara lidah, mata, telinga, dan menjaga akal pikiran nya dari hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Memelihara perut berarti menghindarkan diri dari makan dan minum yang haram, baik caranya ataupun jenisnya dan juga memelihara diri dari dorongan hawa nafsu serakah.(HR.Tirmidzi).
Malu dan iman , malu adalah salah satu refleksi iman. Iman dan malu akan hadir secara bersama-sama. Akibat hilangnya rasa malu seseorang akan bebas melakukan apa saja yang diinginkan oleh hawa nafsunya. Hilangnya sifat malu ini merupakan awal dari kehancuran dan kebinasaan. Dalam sebuah hadits rasulullah saw bersabda yang diperjelas bahwa malu, amanah, rahma, dan islam adalah empat hal yang saling terkait. Konsekuensi logis dari hilangnya malu adalah hilangnya amanah, bila amanah hilanga maka hilanglah rahmah dan bila rahmah hilang hilanglah islam itu dari diri manusia. (HR. Ibn Majah).
I.       SABAR
Secara etimologis sabar (ash-shabar) berarti menahan dan mengekang(al-habs wa al-kuf). Secara terminologis sabar berarti menahan diri dari segala sesuatu yang tidak disukai karena mengharap ridha Allah. Sabar dalam hal ini adalah menahan dan mengekang diri dari memperturutkan hawa nafsu.
Macam-macam sabar menurut Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya Ash-shabrfi Al-Qur’an dibagi menjadi enam yaitu:
1.      Sabar Menerima Cobaan Hidup, yang diperlukan adalah menerimanya dengan penuh kesabaran  seraya memulangkan segala sesuatu kepada Allah SWT. (QS. Al-Baqarah 2: 155-157)
2.      Sabar dari Keinginan Hawa Nafsu, Al-Qur’an mengingatkan jangan sampai harta benda dan anak-anak menyebabkan seseorang lalai dari mengingat Allah SWT.(QS. Al-Munafiqun 63: 9).
3.      Sabar dalam Ta’at Kepada Allah SWT,  dalam beribadah diperlukan kesabaran yang berlipat ganda mengingat banyaknya rintangan baik dari dalam maupun luar diri. (QS. Maryam 19: 65)
4.      Sabar dalam Berdakwah.
5.      Sabar dalam Perang, dalam keadaan terdesakpun seorang prajurit islam tidak boleh lari meninggalkan medan perang kecuali sebagai bagian dari siasat perang (QS. Al-Anfal 8: 15-16).
6.      Sabar dalam Pergaulan, dalam pergaulan sehari-hari diperlukan kesabaran, sehingga tidak cepat marah, atau memutuskan hubungan apabila menemui hal yang tidak disukai.
Keutamaan sabar, karena sabar merupakan sifat mulia yang istimewa tentu dengan sendirinya orang-orang yang sabar juga menempati posisi yang istimewa. Disamping itu sifat sabar memang sangat dibutuhkan sekali untuk mencapai kesuksesan dunia dan Akhirat. Selain itu seorang Muslim yang mempunyai sifat sabar akan mendapatkan kasih sayang dari Allah SWT (QS. Al-Furqan 25: 63-74) dan akan mendapatkan balasan surga atas kesabaran mereka.( QS. Al-Furqan 25: 75).
Jaza’u, lawan dari sifat sabar adalah al-jaza’u yang berarti gelisah, sedih, cemas dan putus asa. Ketidak sabaran dengan segala bentuknya adalah sifat teracela. Menurut Surat Al-Ma’afij 70: 19-22 bila tertimpa kesusahan dia berkeluh kesah, kalau dia mendapatkan kebaikan ia amat kikir. Dan sudah semestinya Seorang Muslim menjauhi sifat yag tercela ini.
J.      PEMAAF
Pemaaf adalah sifat suka memberi maaf terhadap keasalahan orang lain tanpa sedikitpun rasa benci dan keinginan untuk membalas. Dalam bahsa Arab sifat pemaaf disebut dengan al-afwu yang secara etimologis berarti berlebihan atau berlebih (QS. Al-Baqarah 2: 219). Memaafkan bisa berarti menghapus luka atau bekas-bekas luka yang ada didalam hati.
Sifat pemaaf adalah salah satu manifestasi ketaqwaan kepada Allah SWT (QS. Ali-Imran 3: 133-134). Islam juga mengajarkan kita untuk dapat memaafkan kesalahan orang lain tanpa harus menunggu permohonan maaf dari yang bersalah.
Lapang Dada, tindakan memberi maaf juga harus di ikuti dengan tindakan lapang dada. Dijelaskan dalam beberapa ayat al-Qur’an antara lain : Surat Al-Maidah 5: 13 dan Surat An-Nur 24:: 22.  Berlapang dada dalam bahasa Arab disebut ash-shafhu yang secara etimologis berarti lapang.
Ibarat menulis selembar kertas dan menghapus kesalahan yang ditulis kemudian menggantinya dengan selembar kertas yang baru. Menghapus disini diartikan dengan memaafkan sedangkan menukar kertas yang salah menjadi kertas yang putih bersih atau lembar baru disebut dengan berlapang dada jadi berlapang dada disini menuntut seorang untuk membuka lembar baru hingga sedikitpun tidak ternodai dan seperti halaman yang telah dihapus kesalahnnya.
Dendam, yaitu menahan rasa permusuhan di dalam hati dan menunggu kesempatan untuk membalas. Sifat pendendam tidak hanya merusak pergaulan bermasyarakat tapi juga merugikan dirinya sendiri. Rasulullah saw memberi waktu tiga hari , karena tiga hari tersebut dianggap sudah cukup untuk meredakan kemarahan. Setelah itu dia wajib kembali menyambung tali persaudaraan dan persahabatan sesama Muslim (H. Muttafaqun ‘Alaihi).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar