KULIAH AKHLAQ
TUGAS MERESUM BAB III & BAB IV
Disusun
Oleh :
ALFIAN
NURUL RATRI
(20130720095)
TAHUN
AJARAN 2013/2014
KATA PENGANTAR
Segala
puja dan puji syukur atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas Meresum Akhlaq ini yang berjudul “Akhlaq Terhadap
Rasulullah SAW dan Akhlaq Pribadi”. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan
kepada junjungan kita, Nabi besar Muhammad SAW dan semoga kita menjadi
pengikutnya yang setia dan mengikuti sunnahnya sampai ajal menjemput kita.
Penulis
ucapkan terima kasih tak terhingga kepada Bapak Nauval Ahmad Rizaul Alam M.A. selaku
dosen mata kuliah “Akhlaq” yang selama ini memberi kontribusi besar kepada
kami, mahasiswa jurusan “Pendidikan Agama Islam”, dalam memahami mata kuliah “Akhlaq”.
Penulis
menyadari, masihbanyakkekurangandalampenulisanmakalahini. Untukitu,kritikdan saran yang membangunsangat kami harapkan dalam upaya menjadikan penulisan
makalah ini menjadi lebih baik.
Yogyakarta, 8 November 2013
Penulis
BAB III
AKHLAK TERHADAP RASULULLAH SAW
A.
MENCINTAI
DAN MEMULIAKAN RASUL
Setiap orang
yang mengaku beriman kepada Allah SWT tentulah harus beriman bahwa Muhammad SAW
adalah Nabi dan Rasululah yang terakhir, penutup sekalian nabi dan rasul, tidak
ada lagi nabi apalagi rasul sesudah Beliau (QS. Al-Ahzab 33: 40). Beliau diutus
oleh Allah SWT untuk seluruh umat manusia sampai hari Kiamat nanti (QS. Saba
34: 28). Kedatangan beliau sebagai utusan Allah merupakan rahmat bagi alam
semesta (QS. Al-Anbiya 21: 107).
Sebagai seorang
mukmin sudah seharusnya dan sepantasnya kita mencintai beliau melebihi cinta
kita kepada siapapun selain Allah SWT. Bila iman kita tulus, lahir dari lubuk
hati yang paling dalam tentulah kita akan mencintai beliau karena cinta itulah
yang memuktikan kita betul-betul beriman atau tidak kepada beliau. Rasulullah
saw bersabda:
لاَيُؤْمِنُ
اَحَدُكُمْ حَتىَّ أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ نَفْسِهِ وَوَ لَدِهِ
وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ.
“Tidaklah beriman salah diantara kalian sebelum aku lebih
dicintainya daripada dirinya sendiri, orang tuanya, anakanya, dan semua
manusia”. (HR. Bukhari, Muslim dan Nasa’i)
Rasa cinta yang
kita miliki kepada beliau dan Allah SWT merupakan cinta yang pertama dan utama
dari yang lainnya. Kita tidak diperkenankan untuk mencintai kepada sesuatu
melebihi cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya. Dalam hal ini maka Allah
memperingatkan kepada umatnya dalam penjelasan (Surat At-Taubah 9: 24).
Contohnya berdagang yang tidak memperdulikan halal dan haram.
Setelah kita mencintai
Rasulullah saw, kita juga berkewajiban untuk menghormati dan memuliakan beliau,
lebih daripada kita menghormati dan memuliakan tokoh manapun dalam sejarah umat
manusia. Tidak boleh mendahului beliau dalam mengambil keputusan atau menjawab
pertanyaan (QS. Al-hujarat 49: 1).
Contohnya : dalam mengajukan perrtanyaan dalam suatu pertemuan
majlis, tidak berbicara keras dihadapan beliau (QS. Al-Hujarat 49:2).
B.
MENGIKUTI
DAN MENAATI RASUL
Mengikuti
Rasulullah saw (ittiba’ ar-Rasul) adalah salah satu bukti kecintaan
seorang hamba terhadap Allah SWT. Kita sebagai umat manusia haruslah taat
kepada Rasulullah karena taat kepada beliau merupakan bagian dari taat kepada
Allah SWT.
Rasulullah juga diberi kewenangan tidak hanya menjelaskan dan
menegaskan ajaran dan aturan Allah dalam Al-Qur’an tapi juga menetapkan apa
yang belum ada pada Al-Qur’an seperti shalat dan tata caranya. Beliau bersabda:
صَلُّوْا كَلَ
رَأَيْتُمُوْ نِى أُصلَّىِ. (رواه البخارى)
“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)
Bagi seorang
mukmin tidak ada jawaban lain apabila diperintah untuk patuh kepada beliau
kecuali ucapan sami’na wa atha’ na (QS. An-Nur 24:51). Apabila perintah
beliau tidak diikuti maka kita sendiri yang akan rugi.
Mengikuti dan
mematuhi Rasulullah berarti mengikuti jalan lurus tersebut dengan segala
rambu-rambunya. Rambu tersebut ialah segala aturan kehidupan yang dibawa oleh
Rasulullah saw yang terlembagakan dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Itulah yang
menjadi pegangan bagi umat manusia agar di pegang teguh, dan manusia pun tidak
akan tersesat buat selamanya. Ajaran Al-Qur’an dan Sunnah yang diwariskan oleh
Rasulullah saw bersifat komprehensif yaitu mencakup seluruh aspek kehidupan.
Garis besar
dari warisan tersebut dibagi dalam aspek
aqidah, akhlak, ibadah, dan mu’amalah. Dalam penjelasan dari aspek
tersebut dibagi dua yaitu: pertama bersifat statis, dijelaskan secara
terperinci (nilai baik buruknya tidak berubah tapi manifestasinya bisa
berubah),maksudnya disini kita mengikuti dan mematuhi Rasulullah apa yang ada
tanpa mengurangi ataupun menambahnya. Kedua bersifat dinamis, disini
kita hanya dituntut untuk mengikuti prinsip-prinsipnya atau garis besarnya
saja.
C.
MENGUCAPKAN
SHALAWAT DAN SALAM
Allah
memerintahkan orang beriman untuk mengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi
Muhammad saw. Dalam ayat tersebut menyatakan bahwa Allah dan para malaikat-Nya
bershalawat kepada beliau (QS. Al-Azhab 33: 56). Hal itu menunjukkan betapa mulia dan pentingnya
perintah bershalawat dan salam itu kita lakukan.
Secara
etimologis shalawat, ash-shalah bentuk mashdar dari yushallun
berarti do’a, istighfar dan rahmah. Bisa diartikan pula Shalawat ialah dimana
kita atau orang-orang beriman mendo’akan beliau supaya Allah SWT menambahkan
kemuliaan dan kehormatan baginya. Ucapan shalawat dan salam dari orang-orang
beriman disamping sebagai bukti penghormatan kepada beliau juga bentuk kebaikan
diri kita sendiri. Sebaliknya Nabi menyatakan bahwa orang yang tidak bershalawat
tatkala mendengar nama beliau disebut adalah orang yang bakhil.
Waktu dan Teks Shalawat dan Salam
Selain membacanya dalam ibadah shalat, kita dianjurkan sebanyak
mungkin mengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi muhammad saw dalam berbagai
kesempatan terutama dalam pidato, keitka nama Beliau disebut dan dalam
pembicaraan sehari-hari. Berikut teks yang digunakan:
1.
Teks
Salam
السَّلاَ مُ
عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكاَ تُهُ.
“Semoga
keselamatan bagi engkau, wahai Nabi, beserta rahmat dan berkah dari Allah”
2.
Teks
Shalawat
اللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَ مُحَمَّدٍ وَعَلَىَ الـــِـ مُحَمَّدٍ كَاَ صَلَّيْتَ َعَلَىَ إِبْرَا
هِيْمَ وَالـــــِ إِبْرَا هِيْمَ, وباَ رِ كْ عَلَ مُحَمَّدٍ وَعَلَىَ الـــِـ
مُحَمَّدٍ كَاَ باَرَكْتَ َعَلَىَ إِبْرَا هِيْمَ وَالـــــِ إِبْرَا هِيْمَ
إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
“Ya
Allah, limpahkanlah rahmah-Mu kepada Muhammmad dan keluarganya, sebagaimana
Engkau melimpahkannya kepada Ibrahim dan keluarganya. Dan berkahilah Muhammad
dan keluarganya, sebagaimana engkau telah berkahi Ibrahim dan keluarganya.
Sesungguhnya Engkau Yang Maha Terrpuji dan Maha Mulia”.
Sedangkan
diluar shalat tidak ada teks yang baku yang harus dibaca misalnya ketika kita
mendengar nama Beliau disebut hendaknya kita mengucap shallahu’alaihi wa sallam.
Begitulah sebagai ujud dari iman, cinta, dan hormat kita kepada Nabi
Muhammad saw dan juga sebagai bentuk terima kasih kita kepada beliau atas
jasa-jasa nya.
BAB IV
AKHLAQ PRIBADI
Disini kita akan membahas apa saja yang termasuk dalam akhlaq
pribadi atau perilaku diri sendiri terhadap keseharian yang menyeluruh. Berikut
yang termasuk dalam akhlaq pribadi:
A.
SHIDIQ
Shidiq
(ash-sidqu) artinya benar atau jujur. Lawannya yaaitu bohong (al-kazib).
Jujur ialah antara hati dan perkataan harus sama tidak boleh berbeda apalagi
antara perkataan dan perbuatan. Rasulullah saw memerintahkan setiap Muslim
untuk selalu jujur, karena jujur membawa kepada kebaikan dan kebaikan akan
mengantar kita ke surga dan begitupun sebaliknya. Bentuk-bentuk shidiq
diantaranya:
1.
Benar
Perkataan (shidiq al-hadits),
seorang Muslim akan selalu berkata yang benar, baik dalam menyampaikan
informasi, menjawab pertanyaan, melarang dan memerintah ataupun yang lainnya.
Allah akan mengasihi bagi orang yang berkata benar dan akan dicintai dalam
masyarakat.
2.
Benar
Pergaulan(shidiq al-mu’amalah), Seorang Muslim akan selalu bermu’amalah dengan benar, tidak menipu,
tidak berkhianat, tidak memalsu, sekalipun kepada non-muslim.
3.
Benar
Kemauan (shidiq al-azam),
Seorang Muslim sebeum melakukan sesuatu harus mempertimbangkan dan menilai
terlebih dahulu apakah yang dilakukannya itu benar dan bermanfaat atau tidak.
4.
Benar
Janji (shidiq al-wa’ad),
Seorang Muslim apabila berjanji selalu menepatinya sekalipun dengan musuh dan
anak kecil. Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa Allah SWT menyukai
orang-orang yang menepati janjinya, Keputusan hati (‘Azam) untuk
melakukan suatu kebaikan dinilai sebagai janji, menepatinya disebut wa’fa
dan memungkirinya disebut kadzib(bohong). QS. At-Taubah 9: 75-77.
5.
Benar
Kenyataan (sidq al-hal),
Seorang Muslim akan menampilkan diri seperti keadaan yang sebenarnya. Dia tidak
menipu , tidak memakai baju kepalsuan, tidak mencari nama, dan tidak pula
mengada-ada. Dalam sabda Rasulullah dijelaskan orang yang berhias dengan bukan
miliknya supaya kelihatan kaya sama saja seperti orang memakai dua kepribadian.
Bentuk-bentuk
kebohongan :
Sifat bohong adalah sifat yang tercela. Seorang Muslim harus
menjauhi segala macam keohongan. Rasulullah saw menyatakan, (mestinya) seorang
mukmin tidak mungkin jadi pembohong. Berikut beberapa bentuk kebohongan:
1.
Khianat, sifat khianat adalah seburuk-buruknya sifat bohong yang dimiliki
seseorang. Mudharatnya langsung menimpa orang lain. Allah SWT melarang
orang-orang yang beriman berkhianat apalagi kepada Allah dan Rasul-Nya. Dia
tidak menyukai para pengkhianat (QS. Al-Anfal 8: 27 & QS. An-Nisa’ 4: 107).
2.
Mungki
Janji, seseorang yang
memilki perilaku ini kepribadiannya lemah. Sifat ini mencabut kasih sayang dan
mendatangkan kemudharatan. Rasulullah saw memasukkan mungkir janji sebagai
salah satu sifat orang-orang munafik. (HR. Muslim).
3.
Kesaksian
Palsu, sifat ini
merupakan dosa besar dan banyak mendatangkan kemudharatan daripada manfaatnya.
Dan salah satu sifat “ibadurrahman (hamba-hamba Allah yang akan mendapat
kasih sayang-Nya)” ialah tidak memberikan kesaksian palsu (QS. Al-Furqan 25:
72).
4.
Fitnah,
seseorang yang memiliki sifat ini
biasanya ada maksud tertentu untuk menjatuhkan nama baik atau mengagalkan
usahanya. Allah SWT memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk Tabayyun
(menyelidiki kebenaran suatu berita) sebelum mempercayai apa yang
disampaikan oleh orang fasik supaya tidak mendatangkan malapetaka kepada orang
tidak bersalah( QS. Al-Hujarat 49: 6).
5.
Gunjing
,sifat ini memunjukkan bahwa
pelakunya memiliki jiwa yang sakit, tidak ada yang menjadi keinginannya kecuali
melihat orang bertengkar dan bermusuhan. Allah memberikan perumpamaan kepada
orang yang mengunjing seperti orang yang memakan bangkai saudaranya.(QS.
Al-Hujurat 49:12). Untuk menghindari sifat ini sebaiknya tidak mendengarkannya.
B.
AMANAH
Amanah artinya dapat dipercaya. Dalam pengertian sempit amanah
adalah memelihara titipan dan mengembalikan nya kepada pemiliknya dalam bentuk
semula. Sedangkan dalam artian luas berarti mencakup banyak hal. Tugas yang
dipikulkan untuk manusia ini disebut amanah taklif. Inilah amanah yang
paling berat dan besar (QS. Al-Azhab 33:72). Bentuk-bentuk amanah sebagai
berikut:
1.
Memelihara
Titipan dan Mengembalikannya Seperti Semula.
Sebagai seorang Muslim bila kita dititipi oleh orang lain maka kita
sebaiknya menjaga dan memeliharanya dengan baik hingga saatnya untuk
dikembalikan kepada yang punya(QS. An-Nisa 4: 58). Dan bila kita punya niat
baik untuk mengembalikannya seperti semula maka Allah akan membantunya untuk
memeliharanya.
2.
Menjaga
Rahasia
Seorang Muslim bila dipercaya untuk menjaga rahasia entah itu
apapun rahasianya, dia wajib menjaganya supaya tidak bocor kepada orang lain
yang tidak berhak mengetahuinya. Rasulullah bersabda “Apabila seseorang
menyampaikan sesuatu penting dan rahasia kepada kita, itulah amanah yang harus
dijaga”. (HR. Abu Daud)
3.
Tidak
Menyalahgunakan Jabatan
Jabatan adalah amanah yang wajib dijaga. Segala macam bentuk
penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi, keluarga ataupun yang lainnya
itu termasuk perbuatan tercela dan melanggar amanah. Rasulullah menegaskan
bahwa perbuatan menyalahgunakan jabatan yang tidak semestinya merupakan korupsi (HR. Abu Daud).
4.
Menunaikan
Kewajiban Dengan Baik
Allah SWT memikulkan ke atas pundak-pundak manusia tugas-tugas yang
wajib dia laksanakan, baik dalam hubungannya dengan Allah maupun dengan sesama
manusia dan makhluk lainnya. Semua tugas
yang dipikulkan wajib dilaksanakan oleh manusia daengan sebaik-baiknya karena
nanti dia harus mempertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT , betapapun kecilnnya
dihisab oleh Allah SWT. (QS. Zilzalah 99: 7-8).
5.
Memelihara
Semua Nikmat yang Diberikan Allah
Semua nikmat yang diberikan oleh Allah kepada umat manusia adalah
amanah yang harus dijaga dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Khianat merupakan lawan dari amanah. Sifat khianat adalah sifat kaum
munafik yang sangat dibenci oleh Allah SWT, apalagi yang dikhianati Allah dan
Rasul-Nya. Allah melarang orang-orang yang beriman berkhianat kepada Allah dan
Rasul-Nya(QS. Al-Anfal 8: 27).
C.
ISTIQOMAH
Secara etimologis, istiqomah berasal dari kata istaqama-yastaqimu
yang berarti tegak lurus. Secara terminologi Akhlaq, istiqomah adalah
sikap teguh dalam mempertahankan keimanan dan keislaman sekalipun menghadapi
berbagai macam tantangan dan godaan. Ibarat menjadi batu karang di lautan.
Perintah untuk beristiqamah dinyatakan dalam Al-Qur’an dan Sunnah (QS. Hud 11:
112).
Iman yang sempurna adalah iman yang mencakup tiga dimensi: hati,
lisan dan perbuatan. Seorang yang beriman haruslah istiqamah dalam ketiga
dimensi tersebut, karena dia akan selalu menjaga kesucian hati, kebenaran
perkataannya dan kesesuaian perbuatannya dengan ajaran islam. Ibarat berjalan
orang yang beristiqamah selalu mengikuti jalan yang lurus. Jalan lurus yang dimaksud adalah agama islam.
Ujian keimanan itu tidak selamanya dalam bentuk yang tidak
menyenangkan, tapi juga dalam bentuk yang menyenangkan. Pujian juga ujian
seperti celaan, kesuksesan bisnis dll. Seorang Mukmin yang istiqamah akan tetap
teguh dengan keimanannya menghadapi dua macam ujian tersebut dan dia tidak akan
mundur oleh berbagai macam godaan yang datang.
Buah dari istiqamah yaitu dijauhkan oleh Allah SWT dari rasa takut
dan sedih, mendapatkan kesuksesan dalam kehidupannya di dunia karena dilindungi
oleh Allah SWT, dan di akhirat dia akan berbahagia menikmati karunia Allah
didalam surga (QS. Fushshilat 41: 30-32).
Istiqamah sangat diperlukan dalam kehidupan ini karena tanpa sikap
itu manusia akan cepat berputus asa dan cepat lupa diri dan mudah
terombang-ambing oleh arus. Orang yang tidak beristiqamah ibarat baling-baling
di atas bukit yang berputar menuruti hembusan angin.
D.
IFFAH
Secara etimologis, iffah adalah bentuk mashdar dari affa’-ya’iffu-iffah
yang berarti menjaukan diri dari hal-hal yang tidak baik atau kesucian tubuh.
Secara terminologis, iffah adalah memelihara kehormatan diri dari segala
hal yang akan merendahkan, merusak dan menjatuhkannya. Maka dari itu untuk
menjaga kehormatan diri, seorang haruslah menjauhkan diri dari segala perbuatan
dan perkataan yang tidak baik, dan juga mengendalikan hawa nafsu.
Bentuk –bentuk iffah:
1.
Menjaga
kehormatan diri dalam hubungannya dengan masalah seksual. Tidak bergaul secara bebas dan menjaga pandangan. Islam juga
mengajarkan kepada kita bagaimana mengatur pandangan terhadap lawan jenis dan bagaimana
berpakaian yang sopan dan benar menurut agama atau sesuai syar’i.
2.
Menjaga
kehormatan diri dalam hubungannya dengan masalah harta. Al-Qur’an menganjurkan kepada orang-orang berpunya untuk membantu
orang-orang miskin yang tidak mau memohon bantuan karena sikap iffah mereka
(QS. Al-Baqarah 2: 273). Islam juga mengajarkan terutama bagi orang-orang
miskin untuk tidak meminta-minta karena perbuatan itu merendahkan kehormatan
diri.
3.
Menjaga
kehormatan diri dalam hubungannya dengan kepercayaan orang lain kepada dirinya. Disini seseorang harus menjauhi segala macam bentuk ketidak
jujuran.
Iffah sangat penting dan perlu untuk menjaga kehormatan dan
kesucian diri agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Dan juga
mendapatkan keridhoan Allah SWT.
E.
MUJAHADAH
Istilah mujahadah berasal dari kata jahada-yujahidu-mujahadah-jihad
berarti mencurahkan segala kemampuan. Mujahadah adalah mencurahkan segala
kemampuan untuk melepaskan dii dari segala hal yang menghambat pendekatan diri
terhadap Allah SWT, baik hambatan yang bersifat internal (dari jiwa, hawa
nafsu) dan eksternal (dari syaitan). Apabila seseorang bermujahadah untuk
mengharap ridho Allah , maka Allah berjanji akan menunjukkan jalan kepadanya
untuk mencapai tujuannya tersebut (QS. Al-Ankabut 29: 69).
Objek mujahadah :
1.
Jiwa
yang selalu mendorong seseorang untuk melakukan kedurhakaan.
2.
Hawa
nafsu yang tidak terkendali, jika seseorang tidak mengendalikan hawa nafsunya
maka ia akan banyak mudharatnya. Untuk mengendalikan nya diperlukan sebuah
perjuangan yang tidak mengenal lelah. Karena perang melawan hawa nafsu sendiri
jauh lebih berat daripada perang menghadapi musuh.
3.
Syaithan
yang selalu membujuk manusia untuk memperunut hawa nafsunya sehingga mereka
lupa kepada Allah SWT dan kemudian lupa dengan dirinya sendiri. Tentang hal ini
Allah menjelaskannya dalam (Surat Fathir 35: 6).
4.
Kecintaan
terhadap dunia yang berlebihan sehingga mengalahkan kecintaan kepada Akhirat.
Hal tersebut menyebabkan seseorang takut mati dan tidak berani berjihad. (QS
At-Taubah 9: 38)
5.
Orang-orang
kafir dan munafik yang tak pernah puas hati sebelum orang-orang beriman menjadi
kufur kembali (QS. Al-Baqarah 2: 109).
6.
Para
pelaku kemaksiatan dan kemunkaran dari orang-orang yang yang beriman. Untuk
itulah orang yang beriman diperintahkan Allah SWT untuk melakukan amar
ma’ruf nahi munkar (QS. Ali-Imran 3: 104).
Cara Mujahadah ada tiga yaitu:
pertama, sebagai lanasan teoritis, berusaha sungguh-sungguh.
Kedua, melakukan amal ibadah praktis yang di tuntukan Rasulullah saw
untuk memperkuat mental spiritual dan meningkatkan semangat juang untuk
mengahadapi semua tantangan.
Ketiga, jihad dengan harta benda, ilmu pengetahuan, tenaga, sampai kepada
jihad dengan nyawa (perang fisabilillah) (QS. Ash-Shaf 61: 10-13)
F.
SYAJA’AH
Syaja’ah
artinya berani. Tapi berani yang berlandasan kebenaran dan dilakukan dengan
penuh pertimbangan. Keberanian tidak hanya di ukur dari fisiknya saja namun
berani yang di tentukan oleh hati dan kebersihan jiwa. Kemampuan pengendalian
diri waktu marah, sekalipun dia mampu melampiaskannya, adalah contoh keberanian
yang lahir dari hati yang kuat dan jiwa yang bersih (H. Muttafaqun’Alaihi).
Bentuk keberanian yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah dibagi
menjadi beberapa bentuk yaitu:
1.
Keberanian
menghadapi musuh dalam peperangan (jihad fisabilillah).
2.
Keberanian
menyatakan kebenaran (kalimah al-haq) sekalipun di hadapan penguasa yang zalim.
3.
Keberanian
untuk mengendalikan diri tatkala marah sekalipun dia mampu melampiaskannya.
Sumber keberanian menurut Raid Abdul Hadi dalam bukunya Mamarat
al-Haq kurang lebih ada tujuh faktor yang menyebabkan seseorang
memiliki keberanian yaitu :
1.
Rasa
takut kepada Allah SWT, membuat seseorang tidak takut kepada siapapun selama
dia yakin bahwa yang dilakukannya adalah dalam rangka menjalankan perintah-Nya
(QS. Al-Azhab 33: 39). Mereka juga mempunyai keberanian karena yakin bahwa
Allah akan menolongnya dan memberikan perlindungan kepadanya (QS. Ali-Imran 3:
173).
2.
Lebih
mencintai akhirat daripada Dunia.
3.
Tidak
Takut Mati, kematian adalah sebuah kepastian, mau dimana kita bersembunyi cepat
atau lambat setiap orang juga akan mati. (QS. An-Nisa 4: 78).
4.
Tidak
Ragu-ragu, apabila seseorang ragu-ragu
dengan keberan yang diperjuangkan tentu dia akan takut menghadapi resiko.
5.
Tidak
Menomor Satukan Kekuatan Materi.
6.
Tawakal
dan Yakin Akan Pertolongan Allah. (QS. Ath-Thalaq 65: 3)
7.
Hasil
Pendidikan, sikap berani takut juga tak lepas dari didikan baik itu dari
keluarga, sekolah dan di lingkungan sekitar.
Jubun atau Penakut
Lawan dari sifat syaja’ah adalah jubun (al-jubn) yaitu
penakut. Penakut adalah sifat yang tercela, sifat orang-orang yang tidak
benar-benar takut kepada Allah.
G.
TAWADHU’
Tawadhu
artinya rendah hati lawan dari sombong. Sikap tawadhu’ terhadap sesama manusia
adalah sifat mulia yang lahir dari kesadaran akan ke Maha Kuasaan Allah SWT
atas segala hamba-Nya. Orang yang tawadhu’ menyadari apa saja yang dimilikinya
semua itu merupakan karunia dari Allah SWT. (QS. An-Nahl 16: 53).
Keutamaan
tawadhu’ yaitu akan
mengangkat derajat seseorang itu untuk dihormati dan dihargai. Selain itu Allah
akan memasukkan orang-orang yang tawadhu’ kedalam kelompok hamba-hamba yang
mendapatkan kasih sayang dari Allah Yang Maha Penyayang. Bentuk tawadhu’
didalam pergaulan bermasyarakat sebagai berikut:
1.
Tidak
menonjolkan diri sebagai orang yang statusnya tinggi atau statusnya sam.
2.
Bergaul
dengan orang awam dengan ramah.
3.
Mau
duduk bersama orangorang fakir miskin, cacat tubuh, dan kaum dhuafa lainnya.
4.
Tidak
makan dan minum berlebihan dn tidak memakai pakaian yang terlihat megah, dll.
Takabur
atau Sombong
Sombong yaitu
sikap menganggap dirinya lebih dan meremehkan orang lain. Karena sikapnya itu
orang yang sombong selalu mengaggap dirnya benar maka dia tidak mau menerima
kritikan ataupun nasehat dari orang lain. Yang dia hanya dengarkan berupa
pujian-pujian terhadap kelebihannya saja. Allah akan memalingkan orang yang
sombong dari tanda-tanda kekuasaaan Allah. (QS. Al-A’raf 7: 146). Maka
orang-orang yang sombong itu di Akhirat nanti tidak akan masuk surga. (HR.
Muslim).
Bentuk-bentuk
takabur :
1.
Jika
mengahadiri suatu majlis dia ingin dan senang kalau para hadirin berdiri
menyambutnya.
2.
Jika
berjalan dia ingin ada orang mengikuti dibelakangnya.
3.
Tidak
mau mengunjungi orang yang statusnya di anggap lebih rendah dari dirinya,dll.
H.
MALU
Malu (al-haya) adalah sifat atau perasaaan yang menimbulkan
keengganan melakukan sesuatu yang rendah atau tidak baik. Sifat malu merupakan
akhlaq terpuji yang menjadi keistimewaan ajaran islam (HR. Malik). Rasa malu
adalah sumber utama kebaikan dan unsur kemuliaan dalam setiap pekerjaan (HR.
Tirmidzi).
Sifat malu dapat dibagi kepada tiga jenis: pertama, malu
kepada Allah SWT, kedua, malu kepada diri sendiri dan ketiga malu
kepada orang lain. Ketiga rasa malu tersebut harus ditumbuhkan dan dipelihara
terus menerus oleh seorang Muslim. Apalagi malu terhadap Allah SWT karena ia
selalu melihat, mengawasi apa-apa yang kita perbuat.
Memelihara kepala dan isinya berarti memelihara lidah, mata,
telinga, dan menjaga akal pikiran nya dari hal-hal yang dilarang oleh Allah
SWT. Memelihara perut berarti menghindarkan diri dari makan dan minum yang
haram, baik caranya ataupun jenisnya dan juga memelihara diri dari dorongan
hawa nafsu serakah.(HR.Tirmidzi).
Malu dan iman ,
malu adalah salah satu refleksi iman. Iman dan malu akan hadir secara
bersama-sama. Akibat hilangnya rasa malu seseorang akan bebas melakukan
apa saja yang diinginkan oleh hawa nafsunya. Hilangnya sifat malu ini merupakan
awal dari kehancuran dan kebinasaan. Dalam sebuah hadits rasulullah saw
bersabda yang diperjelas bahwa malu, amanah, rahma, dan islam adalah empat hal
yang saling terkait. Konsekuensi logis dari hilangnya malu adalah hilangnya
amanah, bila amanah hilanga maka hilanglah rahmah dan bila rahmah hilang
hilanglah islam itu dari diri manusia. (HR. Ibn Majah).
I.
SABAR
Secara etimologis sabar (ash-shabar) berarti menahan dan
mengekang(al-habs wa al-kuf). Secara terminologis sabar berarti
menahan diri dari segala sesuatu yang tidak disukai karena mengharap ridha
Allah. Sabar dalam hal ini adalah menahan dan mengekang diri dari
memperturutkan hawa nafsu.
Macam-macam
sabar menurut Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya Ash-shabrfi Al-Qur’an
dibagi menjadi enam yaitu:
1.
Sabar
Menerima Cobaan Hidup, yang diperlukan adalah menerimanya dengan penuh kesabaran seraya memulangkan segala sesuatu kepada
Allah SWT. (QS. Al-Baqarah 2: 155-157)
2.
Sabar
dari Keinginan Hawa Nafsu, Al-Qur’an mengingatkan jangan sampai harta benda dan anak-anak
menyebabkan seseorang lalai dari mengingat Allah SWT.(QS. Al-Munafiqun 63: 9).
3.
Sabar
dalam Ta’at Kepada Allah SWT, dalam beribadah diperlukan kesabaran yang
berlipat ganda mengingat banyaknya rintangan baik dari dalam maupun luar diri.
(QS. Maryam 19: 65)
4.
Sabar
dalam Berdakwah.
5.
Sabar
dalam Perang, dalam keadaan terdesakpun seorang prajurit islam tidak boleh lari
meninggalkan medan perang kecuali sebagai bagian dari siasat perang (QS.
Al-Anfal 8: 15-16).
6.
Sabar
dalam Pergaulan, dalam
pergaulan sehari-hari diperlukan kesabaran, sehingga tidak cepat marah, atau
memutuskan hubungan apabila menemui hal yang tidak disukai.
Keutamaan sabar,
karena sabar merupakan sifat mulia yang istimewa tentu dengan sendirinya
orang-orang yang sabar juga menempati posisi yang istimewa. Disamping itu sifat
sabar memang sangat dibutuhkan sekali untuk mencapai kesuksesan dunia dan
Akhirat. Selain itu seorang Muslim yang mempunyai sifat sabar akan mendapatkan
kasih sayang dari Allah SWT (QS. Al-Furqan 25: 63-74) dan akan mendapatkan
balasan surga atas kesabaran mereka.( QS. Al-Furqan 25: 75).
Jaza’u, lawan dari
sifat sabar adalah al-jaza’u yang berarti gelisah, sedih, cemas dan
putus asa. Ketidak sabaran dengan segala bentuknya adalah sifat teracela.
Menurut Surat Al-Ma’afij 70: 19-22 bila tertimpa kesusahan dia berkeluh kesah,
kalau dia mendapatkan kebaikan ia amat kikir. Dan sudah semestinya Seorang
Muslim menjauhi sifat yag tercela ini.
J.
PEMAAF
Pemaaf adalah sifat suka memberi maaf terhadap keasalahan orang
lain tanpa sedikitpun rasa benci dan keinginan untuk membalas. Dalam bahsa Arab
sifat pemaaf disebut dengan al-afwu yang secara etimologis berarti
berlebihan atau berlebih (QS. Al-Baqarah 2: 219). Memaafkan bisa berarti
menghapus luka atau bekas-bekas luka yang ada didalam hati.
Sifat pemaaf adalah salah satu manifestasi ketaqwaan kepada Allah
SWT (QS. Ali-Imran 3: 133-134). Islam juga mengajarkan kita untuk dapat
memaafkan kesalahan orang lain tanpa harus menunggu permohonan maaf dari yang
bersalah.
Lapang Dada,
tindakan memberi maaf juga harus di ikuti dengan tindakan lapang dada.
Dijelaskan dalam beberapa ayat al-Qur’an antara lain : Surat Al-Maidah 5: 13
dan Surat An-Nur 24:: 22. Berlapang dada
dalam bahasa Arab disebut ash-shafhu yang secara etimologis berarti
lapang.
Ibarat menulis selembar kertas dan menghapus kesalahan yang ditulis
kemudian menggantinya dengan selembar kertas yang baru. Menghapus disini
diartikan dengan memaafkan sedangkan menukar kertas yang salah menjadi
kertas yang putih bersih atau lembar baru disebut dengan berlapang dada
jadi berlapang dada disini menuntut seorang untuk membuka lembar baru hingga
sedikitpun tidak ternodai dan seperti halaman yang telah dihapus kesalahnnya.
Dendam, yaitu menahan
rasa permusuhan di dalam hati dan menunggu kesempatan untuk membalas. Sifat
pendendam tidak hanya merusak pergaulan bermasyarakat tapi juga merugikan
dirinya sendiri. Rasulullah saw memberi waktu tiga hari , karena tiga hari
tersebut dianggap sudah cukup untuk meredakan kemarahan. Setelah itu dia wajib
kembali menyambung tali persaudaraan dan persahabatan sesama Muslim (H.
Muttafaqun ‘Alaihi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar