TUGAS ULUMUL QUR’AN
TENTANG TAFSIR AL-QUR’AN
Dosen pembimbing :
Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., MA.
dan
M. Nazieh Ibadilillah, S,HI
Disusun Oleh :
Nama : Alfian Nurul Ratri
NIM
: 20130720095
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
KATA PENGANTAR
Segala
puja dan puji syukur atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Tafsir Al-Qur’an”. Sholawat dan
salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi besar Muhammad SAW
dan semoga kita menjadi pengikutnya yang setia dan mengikuti sunnahnya sampai
ajal menjemput kita.
Penulis
ucapkan terima kasih tak terhingga kepada Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.A.
dan M. Nazieh Ibadillah, S.HI. selaku dosen mata kuliah “Ulumul Qur’an” yang
selama ini memberi kontribusi besar kepada kami, mahasiswa jurusan “Pendidikan
Agama Islam”, dalam memahami mata kuliah “Ulumul Qur’an”.
Penulis
menyadari, masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dalam upaya menjadikan penulisan
makalah ini menjadi lebih baik.
Yogyakarta, 8 Juni 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Kata pengantar ...................................................................................................
i
Daftar Isi
..............................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan
.............................................................................................1
1.
Latar Belakang
........................................................................................
1
2.
Rumusan masalah ................................................................................................
1
3.
Tujuan
................................................................................................................
2
BAB II Pembahasan ............................................................................................3
1.
Pengertian Tafsir
.................................................................................................
3
2.
Sejarah Perkembangan Tafsir ..................................................................
4
3.
Bentuk, Metode dan Corak Tafsir
....................................................................... 6
4.
Kitab-Kitab Tafsir Berbahasa Indonesia
............................................................. 15
5.
Kegunaan tafsir
..................................................................................................
16
BAB III Penutup
.................................................................................................17
Kesimpulan .........................................................................................................17
Daftar Pustaka
.....................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Al-Qur’an
adalah al-nur yang diturunkan kepada Nabi SAW. Sebagai undang-undang
yang adil dan syariat yang kekal, sebagai pelita bersinar terang dan petunjuk
yang nyata. Di dalamnya termuat berita
tentang umat masa lampau dan umat masa mendatang. Di dalamnya terdapat
hukum-hukum yang mengatur kehidupan kalian. Al-Qur’an itu firman itu firman
yang memisahkan antara kebenaran dan kebatilan, bukan sebagai kata-kata senda
gurau.
Al-Qur’an itu
ditujukan oleh Allah kepada umat manusia sesuai dengan fitrahnya. Oleh
karenanya, al-Qur’an selalu menunjukkan seruannya kepada akal sehat. Ini
merupakan seruan universal yang bertujuan untuk membersihkan budaya ,
menjelaskan akidah , merobohkan tembok rasialisme, dan untuk menegakkan hukum dan
undang-undang yang benar dan adil, menggantikan, hukum dan undang-undang tirani
yang zhalim dan sewenang-wenang.
Al-Qur’an turun
membawa hukum-hukum dan syariat secara berangsur-angsur menurut konteks
peristiwa dan kejadian selana kurun waktu dua puluh tahun lebih. Oleh karenanya
maka nabi bersama para sahabatnya senantiasa dan terus mempelajari al-Qur’an
al-Karim beliau menjelaskan maksudnya secara global, menjelaskan artinya yang
samar-samar dan menafsirkan segala masalah yang dirasa sangat sulit dipahami,
sehingga tidak ada lagi keraguan dan kerancuan di benak para sahabat.
2.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian Tafsir itu ?
2.
Bagaimana Sejarah Perkembangan Penafsiran ?
3.
Apa saja Bentuk, Metode. dan Corak dari Tafsir tersebut?
4.
Apa saja Kitab-Kitab Tafsir yang Berbahasa Indonesia?
5.
Apa kegunaan dari Tafsir itu?
3.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui dan memahami pengertian Tafsir
2.
Mengetahui dan Memahami sejarah perkembangan penafsiran
3.
Mengetahui beberapa macam bentuk, metode, dan corak tafsir
4.
Mengetahui kitab-kitab tafsir yang berbahasa Indonesia
5.
Memahami dan Mengetahui Kegunaan adanya Tafsir
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Tafsir
Secara
etimologis, tafsir berakar dari kata fassara-yufassiru-tafsiran, berarti
keterangan dan penjelasan (al-idhah wa at-tabyin), sebagaimana terdapat
dalam firman Allah SWT:
وَ لَا يَأْتُو نَكَ بِمَثْلٍ
إِلاجِئْنَاكَ بِا لْحَقِ وَ أَحْسَنَ
تَفْسِيْرًا (٣٣
)
“Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa)
sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan
yang paling baik penjelasannya.” (Q.S Al-Furqan 25:33)
Kata fassara
adalah bentuk muta’addi dari kata kerja fassara-yafsiru-fasran, atau fasara-yafsuru-fasran
yang berarti al-bayan atau kasyf al-mughatha (menyingkap yang tertutup).
Dengan demikian tafsir berarti kasyfu al-murad an al-lafzh al-musykil (menyingkap
maksud dari kata yang sulit).
Dari segi
terminologis, bermacam definisi dibuat oleh para ulama. Berikut ini beberapa di
antaranya :
1.
Abu Hayyan:
Tafsir
ada;ah ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafazh-lafazh Al-Qur’an dan
tentang arti dan makna dari lafazh-lafazh tersebut, baik kata perkata maupun
dalam kalimat yang utuh serta hal-hal yang melengkapinya.
2.
Az-Zarkasyi :
Tafsir
adalah ilmu untuk memahami Kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
menjelaskan makna-maknanya serta mengeluarkan hukum dan hikmahnya.
3.
Az-Zarqani :
Tafsir
adalah ilmu yang membahas tentang Al-Qur’an Al-Karim dari segi makna yang
terkandung di dalamnya sesuai dengan maksud yang di inginkan oleh Allah SWT
sebatas kemampuan manusia.
Sekalipun diungkapkan dengan kalimat yang berbeda-beda, tetapi
ketiga definisi di atas sepakat menyatakan bahwa secara terminologis tafsir
adalah keterangan dan penjelasan tentang arti dan maksud ayat-ayat Al-Qur’an.
Sekalipun tidak diungkapkan secara eksplisit dalam definisi, tentu saja Abu
Hayyan dan Az-Zarkasyi akan sepakat dengan Az-Zarqani bahwa keterangan dan
penjelasan tentang maksud firman Allah SWT tesebut sebatas kemampuan manusia.
2.
Sejarah Perkembangan Tafsir
Usaha
menafsirkan Al-Qur’an sudah dimulai semenjak zaman para sahabat Nabi sendiri,
Ali ibn Abi Thalib (w.32 H) dan Ubay ibn Ka’ab (w.32 H) adalah diantara para
sahabat yang terkenal banyak menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dibandingkan
dengan sahabat-sahabat yang lain.
Dalam
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an para sahabat pertama-tama menelitinya dalam Al-
Qur’an sendiri, karena ayat-ayat Al-Qur’an satu sama lain saling menafsirkan;
kedua, merujuk kepada penafsiran Nabi Muhammad SAW, sesuai dengan fungsi beliau
sebagai mubayyin terhadap ayat-ayat Al-Qur’an; ketiga, apabila mereka tidak
menemukan keterangan tentang ayat tertentu dalam Al-Qur’an dan tidak sempat
menanyakannya kepada Rasulullah SAW, para sahabat berijtihad dengan bantuan
pengetahuan bahsa Arab, pengenalan terhadap tradisi Arab dan kedaan
orang-oraang Yahudi dan Nasrani di Arabia pada waktu ayat turun atau latar
belakang ayat tersebut diturunkan, dan dengan menggunakan kekuatan penalaran
mereka sendiri. Baru yang terakhir, sebagian sahabat ada pula menanyakan
beberapa masalah, khususnya sejarah Nabi-nabi atau Kisah-Kisah yang tercantum
dalam Al-Qur’an kepada tokoh-tokoh Ahlul Kitab yang telah memeluk agama Islam,
seperti Abdullah ibn Salam (w.43 H). Ka’ab al-Ahbar (w. 32 H) dan lain-lain.
Tafsir pada
masa sahabat ini belum merupakan ilmu sendiri, masih merupakan bagian dari
riwayat-riwayat hadits yang berdasarkan, belum sistematis seperti tafsir yang
kita kenal sekaarang. Disamping belum sistemaatis, pada masa sahabat ini pun
Al-Qur’an belum ditafsirkan secara keseluruhan dan pembahasannya pun belum luas
dan mendalam.
Sesudah periode
sahabat, datanglah generasi berikutnya (tabi’in) meneruskan usaha yang telah
dirintis oleh para sahabat. Disamping menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
dan Hadits Nabi, mereka juga tidak lupa mengutip dari Ahlul Kitab. Setelah itu
baru mereka mengembangkan penafsiran sendiri berdasarkan ijtihad. Pada masa
tabi’in ini, tafsir masih merupakan bagian dari hadits, tetapi sudah mengelompok
menurut kota masing-masing.
Sesudah masa
sahabat dan tabi;in datanglah masa kodifikasi (tadwin) hadits dimana
riwayat-riwayat berisi tafsir dikelompokkan menjadi satu bab sendiri, walaupun
tetap belum sistematis seperti susunan Al-Qur’an. Dalam perkembangan
selanjutnya tafsir dipisahkan dari kandungan kitab hadits dan menjadi kitab
sendiri. Para ulama seperti Ibn Majjah (w. 273 H ), Ibn Jarir at-Thabari (w.
320 H), Abu Bakar ibn Al-Munzir an-Natsaburi (w. 318 H) dan lain-lain
mengumpulkan riwayat-riwayat yang berisi tafsir dari nabi, sahabat dan tabi’in
dalam kitab sendiri. Riwayat-riwayat yang dikumpulkan itu sudah mencakup
keseluruhan ayat-ayat Al-Qur’an dan disusun sesuai dengan sistematika mushaf,
Bentuk penafsiran yang dirintis Ibn Jarir dan mufasir lain pada masa awal
pembukuan tafsir inilah yang kemudian di kenal dengan bentuk at-tafsir bi
al-ma’tsur.
Contoh
kitab-kitab tafsir yang menggunakan bentuk at-tafsir bi al-ma’tsur ini antara
lain adalah :
1)
Muhammad Ibn Jarir ath-Thabari (w. 310 H ), Jami’ al- Bayan fi
Tafsir Al-Qur’an;
2)
Abu al-Laits Nashir
ibn Muhammad as-Samarqandi (w. 373 H), Bahr al-Ulum
3)
Abu Ishaq Ahmad ibn Ibrahim ats-Tsa’labi (w. 427 H ), al-Kasysyaf
wal al-Bayan ‘an Tafsir Al-Qur’an
4)
Abu Muhammad al-Husain ibn Mas’ud al-Baghawi (w. 510 H), Ma’alim
at-Tanzil fi at-Tafsir
5)
Abu Muhammad Abd al-Haq ibn Ghalib ibn Athiyah (w. 546 H), al-Muharrir
al-Wajiz fi Tafsir al-Kitab al-Aziz
6)
Abu al-Fada’ Ismail ibn Amr ibn Katsir (w. 774 H), Tafsir
Al-Qur’an al-Azhim
7)
Abu Zaid Abd ar-Rahman ibn Muhammad ats-Tsa’labi (w. 876 H), al-Jawahir
al-Hassan fi Tafsir Al-Qur’an dan
8)
Jalal ad-Din as-Suyuthi (w. 911 H), Ad-Durr al-Mantsur fi
at-tafsir al-ma’tsur.
Sementara itu
setelah ilmu pengetahuan tumbuh dan berkembang pesat pada masa Daulah
Abbasiyah, para mufasir tidak puas hanya dengan bentuk bi al-ma’tsur, karena
perubahan dan perkembangan zaman menghendaki pengembangan bentuk tafsir dengan
memperluas dan memperbesar pesan ra’yu atau ijtihad dibandingkan dengan
penggunaanya pada bentuk bi al-ma’tsur. Tafsir dengan bentuk ini
kemudian dikenal dengan at-tafsir bi-ar-ra’yu.
Dengan at-tafsir
bi-ar-ra’yi seorang musafir menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan
menggunakan kemampuan ijtihad atau pemikiran tanpa meninggalkan tafsir Al-Qur’an
dengan Al-Qur’an atau dengan hadits dan tidak pula meninggalkan sama sekali
penafsiran para sahabat dan tabi’in. Bentuk ini mengembangkan penafsiran dengan
bantuan bermacam-macam ilmu pengetahuan seperti ilmu bahasa Arab, ilmu qira’ah,
ilmu-ilmu Al-Qur’an, ilmu hadits, ushul fiqh, ilmu sejarah, dan lain-lain
sebagainya. Dinamai dengan at-tafsir bi ar-ra’yi karena yang dominan
menang penalaran atau ijtihad mufasir itu sendiri.
Contoh
kitab-kitab at-tafsir bi ar-ra’yi antara lain adalah :
1.
Abu al-Qasim Jarullah Mahmud ibn Umar az-Zamakhsyari al-Khawarizmi
(w. 538 H), Al-Kasysyaf’an Haqaiq at-Tanzil wa’Uyun al-Aqawil fi Wujuh
at-Ta’wil.
2.
Abu Abdillah Muhammad ibn Umar ar-Razi (w. 606 H), mafatih al-Ghaib
3.
Nashir ad-Din Abu Khair Abdullahh ibn Umar al-Baidhawi (w. 685 H),
Anwar at-Tanzil wa Asrar at-Ta’wil
4.
Abu al-Barakat Abdullah ibn Ahmad an-Nasafi (w. 701 H), Madarik
at-Tanzil wa Haqaiq at-Ta’wil
5.
Abu al-Fadhl Syihab ad-Din as-Sayyid Mahmud al-Alusi al-Baghdadi
(w. 1270 H), Ruh al-Ma’ani fi Tafsir Al-Qur’an al-Azhim wa as-Sabi’al-Matsani.
3.
Bentuk, Metode, Dan Corak Tafsir
a.
Bentuk Penafsiran Al-Qur’an
Sebagaimana sudah disinggung dalam uraian perkembangan tafsir di
atas, dari segi bentuk dikenal dua bentuk penafsiran : a) Tafsir bi al-
ma’tsur dan b) Tafsir bi ar-ra’yi.
1.
Tafsir bi al- ma’tsur
Tafsir bi al-mu’tsur adalah menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an,
Al-Qur’an dengan sunnah Nabi dan Al-Qur’an dengan pendapat atau penafsiran para
sahabat Nabi dan tabi’in. Dinamai dengan
bi al-ma’tsur (dari kata atsar yang berarti sunnah, hadits, jejak, peninggalan)
karena dalam menafsirkan Al-Qur’an, seorang mufasir menelusuri jejak atau
peninggalan masa lalu dari generasi sebelumnya terus sampai kepada Nabi
Muhammad SAW. Karena banyak menggunakan riwayat, maka tafsir dengan metode ini
dinamai juga dengan tafsir bi ar-riwayah.
Bagi yang memeperhatikan kandungan Al-qur’an secara keseluruhan,
akan menemukan bahwa pada satu tempat disebutkan satu hal dengan ringkas,
tetapi pada tempat lain diuraikan panjang lebar, pada satu tepat disebutkan
secara muthlaq atau absolut tetapi pada tempat lain dikaitkan dengan sesuatu,
pada satu tempat disebutkan secara umum, tetapi pada tempat lain disebutkan
pengecualiannya secara khusus, demikianlah antara lain bagaimana ayat-ayat
Al-Qur’an menafsirkan satu sama lain.
Contoh tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an atau ayat dengan ayat
adalah firman Allah dalam Surat Al-An’am ayat 82 ditafsirkan oleh Surat Luqman
ayat 13. Allah SWT berfirman.
الَّذِيْنَ
اآمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَا نَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَ مَنُ
وَهُمْ مُهْتَدُونَ (٨٢)
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman
mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan
mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S Al-An’am 6: 82)
وَإِذْ
قَالَ لُقْمَانُ لِا بْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَاتُشْرِكْ بِا اللهِ
إِنَّ اشَّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (١٣)
“Dan (Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu
ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar.” (Q.S Luqman 31:13)
Tatkala mendengar Surat Al-An’am 82 di atas, sebagian sahabat
merasa berat dan tidak akan sanggup menjadi orang yang beriman karena, siapakah
di antara mereka yang tidak pernah melakukan kezaliman, paling tidak atas
dirinya sendiri. Lalu Nabi menjelaskan bahwa kezalliman yang dimaksud dalam
ayat tersebut, bukanlah seperti yang dipahami mereka, tetapi seperti yang
dimaksudkan oleh hamba Allah yang saleh yaitu Luqman: “...Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.
Demikianlah penjelasan Nabi sebagimana diriwayatkan oleh Bukhari Muslim
at-Tirmidzi dan lain melalui sahabat Nabi Abdullah Ibn Mas’ud.
Penafsiran ayat dengan ayat tidak selamanya berdasarkan petunjuk
Nabi seperti dalam contoh di atas, tetapi bisa juga atas pemahaman para sahabat
atau tabi’in.
Contoh tafsir Al-Qur’an dengan hadits Nabi adalah apa yang
diriwayatkan oleh Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Jarir dan lain-lain dari Adi in Hatim,
ia berkata : Aku bertanya kepada Rasulullah SAW tentang firman Allah SWT, ghairil
maghdhubi alaihim wa la adh-dhallin, Nabi menjelaskan bahwa ghairil
maghdhubi alaihim adalah Yahudi, dan wa la adh-dhallin adalah
Nashara.
Contoh lain adalah tentang apa yang dimaksud dengan Al-Kautsar
yang terdapat dalam ayat pertama Surat Al-Kautsar. Diriwayatkan oleh Ahmad dan
Muslim dari Anas, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Al-Kautsar
adalah sungai yang diberikan Tuhan untukku di Sorga.”
2.
Tafsir bi ar-Ra’yi
Tafsir bi ar-ra’yi adalah menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an
dengan menggunakan kemampuan ijtihad atau pemikiran tanpa meninggalkan tafsir
Al-Qur’an dengan Al-Qur’an atau dengan hadits dan tidak pula meninggalkan sama
sekali penafsiran para sahabat dan tabi’in. Bentuk ini mengembangkan penafsiran
dengan bantuan yang bermacam-macam ilmu pengetahuan seperti ilmu bahasa Arab,
ilmu qiraah, ilmu-ilmu Al-Qur’an . Ilmu-Ilmu hadits, ushul fiqh, ilmu sejarah
dan lain-lain sebagianya. Dinamai dengn at-tafsir bi ar-ra’yi karena
yang dominan memang penalaran atau ijtihad mufasir itu sendiri.
b.
Metode Penafsiran Al-Qur’an
Dari
segi metode sejauh ini dikenal ada empat metode penafsiran yaitu :
1.
Tafsir al-tahlili (Deskriptif-Analitis)
Secara harfiah, al-tahlili berarti menjadi lepas atau terurai. Yang
dimaksud dengan al-tafsir al-tahlili ialah metode penafsiran ayat-ayat
Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan uraian-uraian makna yang
terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an dengan mengikuti tertib
susunan/urut-urutan surat-surat dan ayat-ayat Al-Qur’an itu sendiri dengan
sedikit banyak melakukan analisis di dalamnya.
Metode tafsir tahlili yang juga bisa disebut dengan metode tajzi’i
tampak merupakan metode tafsir yang paling tua usianya. Metode tahlili, tegas
M. Quraish Shihab, lahir jauh sebelum maudhu’i. Ia dikenal, katakanlah, sejak Tafsir
al-Farra (w.206 H/ 821 M), atau Ibn Majah (w. 237 H/851 M, atau paling
lambat al-Thabari (w. 310 H/922 M). 3 kitab-kitab tafsir al-Qur’an yang ditulis
parab mufasir masa-masa awal pembukuan tafsir hampir atau bahkan semuanya
menggunakan metode tahlili. Apakah itu dari kalangan tafsir bi
al-ma’tsur seperti Jami’ al-Bayan’an Ta’wil Ayi al-Qur’an karangan
Ibn Jarir al-Thabari, maupun dari aliran tafsir bi al-ra’yu semisal
karya Muhammad Fakhr al-Din al-Razi al-Tafsir al-Kabir atau Mafatih
al-Ghaib.
Bahkan dari aliran tafsir bi al-isyarah/ al-bathiniyah juga
menampilkan tafsir dengan metode tahlili, seperti kitab tafsir Ghara’ib
al-Qur’an wa Ragha’ib al-Furqan yang dipersembahkan al-Nay-saburi (w. 728
H/1328 M). Kecuali itu, metode tafsir tahlili terus berkembang pada masa-masa
berikutnya. Bahkan hingga sekarang, al-tafsir al-tahlili masih tetep
mengalir. Buku-buku tafsir yang telah disebutkan pada bab lain sebelum ini pada
umumnya mengambil bentuk meetode tafsir tahlili.
Beberapa contoh kitab tafsir tahlili :
1.
Jami’ al-Baya’an Ta’wil Ayi al-Qur’an (Himpunan Penjelasan tentang Ta’wil Ayat-ayat al-Qur’an), 15 jilid
dengan jumlah halaman sekitar 7125, karangan Ibn Jarir al-Thabari (w. 310 H/922
M).
2.
Tafsir al-Qur’an al-Azhim (Tafsir al-Qur’an yang Agung), 4 jilid
dengan sekitar 2414 halaman sisipan ilmu
tafsir pada jilid terakhir, karya al-Hafizh Imad al-Din Abi al-Fida’ Isma’il
bin Katsir al-Quraisyi al-Dimasyqi (w. 774 H/1343 M).
3.
Tafsir al-Samarqandi (Bahr al-Ulum/lautan Ilmu), 3
juz, buah pena Nasr bin Muhammad bin Ahmad Abu al-laits al-Samarqandi (w. 939
H/1002 M atau 376 H/986 M menurut riwayat lain) dengan tebal halaman sebanyak
1891.
4.
Al-Durr al-Mantsur fi al-Tafsir bin al-Ma’tsur (Mutiara Kata Prosa dalam tafsir bi al-Ma’tsur ) susunan Jalal al-Din
al-Suyuthi (849-911 H/1445-1505 M), stebal 5600-6400 halaman dalam 18
jilid.
5.
Adhwa’ al-Bayan fi Idhah al-Qur’an bi al-Qur’an (Cahaya Penerangan dalam Menjelaskan al-Qur’an dengan al-Qur’an)
disusun oleh Muhammad al-Amin bin Muhammad al-Mukhtar al-jakani al-Syanqithi
dalam 10 jilid dengan 6771 halaman.
Kelebihan dan
Kekurangan : Tafsir Tahlili memiliki kelebihan dibandingkan dengan
tafsir-tafsir yang lain. Kelebihan al-tafsir al-tahlili antara lain
terletak pada keluasan dan keutuhannya dalam memahami Al-Qur’an. Dengan metode
tahlili, seseorang diajak memeahami Al-Qur’an dari awal (surat al-Fatihah)
hingga akhir (surat Al-Nas). Atau menimal dia memahami ayat dan surat dalam
Al-Qur’an secara utuh. Cara memahami Al-Qur’an secara tartil ini telah
dilakukan oleh para sahbat yang terkesan sangat hati-hati dan penuh tanggung
jawab. Kelebihan lain dari metode tafsir al-tahlili ialah membahas
Al-Qur’an dengan ruang lingkup yang luas. Meliputi aspek kebahasaan, sejarah,
hukum dan lain-lain.
Sungguhpun
demikian, tidak berarti metode tafsir tahlili tidak memiliki kelemahan. Di
antara kelemahan tafsir al-tahlili ialah kajiannya tidak mendalam, tidak
detail dan tidak tuntas dalam menyelesaiakn topik-topik yang dibicarakan.
Kecuali itu, menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan metode tahlili juga
memerlukan waktu yang cukup panjang dan menuntut ketekunan. Tafsir tahlili,
kelemahannya juga terletak pada jalannya yang terseok-seok (tidak sistematis)
dan inilah yang dikritik oleh Rasyid Ridha.
2.
Tafsir al-Ijmali (Tafsir Global)
Secara lughawi, kata al-ijmali berarti ringkasan, ikhtisar,
global dan penjumlahan. Dengan demikian maka yang dimaksud dengan tafsir al-ijmali
ialah penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara mengemukakan isi
kandungan Al-Qur’an melalui pembahasan yang bersifat umum (global), tanpa
uraian apalagi pembahasan yang panjang dan luas. Juga tidak dilakukan secara
rinci.
Pembahasannya hanya meliputi beberapa aspek dalam bahsa yang singkat
semisal al-tasfir al-farid li al-Qur’an al-Madjid yang hanya
mengedepankan arti kata-kata (al-mufradat), sahab nuzul (latar belakang
penurunan ayat) dan penjelasan singkat (al-ma’na) yang sistematikanya
sering diubah-ubah. Maksudnya, ada kalanya mengedepankan mufradat kemudian
sabab al-nuzul dan al-ma’na, tetapi sering pula mendahulukan al-ma’na
dan sabab al-nuzul.
Lebih dari itu ada beberapa kitab tafsir yang menggunakan metode
global yang tidak lebih hanya mengedepankan makna sinonim dri kata-kata yang
bersangkutan seperti tafsir al-Jalalayn yang pernah disebutkankan dalam
halaman lain. Termasuk ke dalam contoh tafsir ijmali ialah karya Muhammad
Mahmud Hijazi yang akan disebut nanti yang juga hanya mengemukakan al-mufradat,
ma’na (penjelasan) dan sabab al-nuzul.
Bebebrapa contoh :
1.
Al-Tafsir al-Farid li al-Qur’an al-Majid (Tafsir yang Tiada Taranya untuk al-Qur’an yang Agung), 8 jilid
dengan jumlah lebih kurang 3377 halaman, hasil usaha Dr. Muhammad Abd
al-Mun’im.
2.
Marah Lahid Tafsir al-Nawani/ al-Tafsir al-Munir li Ma’alim
al-Tanzil (kegembiraan
yang Melekat Tafsir al-N/ Tafsir yang Bercahaya sebgai Petunjuk Jalan Menuju
al-Qur’an), dua jilid, karangan al-Allamah al-Syekh Muhammad Nawawi al-jawi
al-Bantani (1230-1314 H/ 1813-1879 M).
3.
Kitab al-Tashil li Ulum al-Tanzil (Buku Mudah untuk
Ilmu-ilmu al-Qur’an), dua jilid dan empat juz, masing-masing terdiri atas
sekitar 195 halaman hingga 228 halaman, susunan Muhammad bin Ahmad bin Juzzay
al-Kalbi al-Gharnathi al-Andalusi (741-792 H/1340-1389 M).
4.
Al-Tafsir al-Wadhih
(Tafsir yang Jelas), buah pena Dr. Muhammad Mahmud Hijazi, setebal tiga jilid
dengan jumlah halaman hampir 3000.
5.
Tafsir al-Qur’an al-Karim (Tafsir al-Qur’an yang Mulia, karangan
Mahmud Muhammad Hadan ‘Ulwan dan Muhammad Ahmad Barmiq, 6 jilid dengan jumlah
halaman kurang lebih 3744.
Kitab ini oleh
Abd Muhyi Ali Mahfuzh dinayatakan sebagai salah satu kitab yang pantas dijuluki
sebagai salah satu mutiara yang jarang bandingannya karena isinya terlepas dari
kisah-kisah israiliyyat, perdebatan madzhab fiqh dan perbantahan kalam
(teologi). Pengarangnya berkonsentrasi kepada seluruh ayat dengan menerangkan
makna-makananya dalam ungkapan yang mudah difahami.
Kelebihan dan
Kelemahan : menafsirkan Al-Qur’an dengan metode ijmali (global) tampak
sederhana, mudah, praktis, dan cepat, juga kelebihannya salah pesan-pesan
Al-Qur’an itu mudah ditangkap. Inilah tampaknya kelebihan yang sesungguhnya
lebih tepat dikatakan sebagai kesederhanaan tafsir ijmali dibandingkan
dengan metode tafsir yang lain. Adapun kelemahan dari tafsir ijmali ialah
terletak pada simplistisnya yang mengakibatkan jenis tafsir ini terlalu
dangkal, berwawasan sempit dan parsial (tidak komprehensif).
3.
Tafsir al-Muqaran (Tafsir Perbandingan)
Al tafsir al-muqaran
ialah tafsir yang dilakukan dengan cara membanding-bandingkan ayat-ayat
Al-Qur’an yang memilki redaksi berbeda padahal isi kandungannya sama, atau
antara ayat-ayat yang memilki redaksi yang mirip padahal isi kandungannya berlainan.
Juga termasuk ke dalam metode komparasi (al-manhaj al-muqaran) ialah
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang selintas tinjau tampak berlawanan dengan
al-hadis, padahal dalam hakikatnya sama sekali tidak bertentangan.
Al-tafsir al-munaqaran
juga bisa dilakukan dengan cara membandingkan antara aliran-aliran tafsir dan
antara menfassirkan yang satu dengan mefassir yang lain: maupun perbandingan
itu didasarkan pada perbedaaan metode bentuk-bentuk metode penafsirannya.
Dengan demikian, amaka bentuk-bentuk metode penafsiran yang dilakukan dengan
cara perbandingan memiliki objek yang luas dan banyak. Bentuk-bentuk penafsiran
yang dimaksudkan terutama ialah :
a.
Membandingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang memilki redaksi berbeda tapi
maksudnya sama, atau ayat-ayat yang menggunakan redaksi mirip padahal maksudnya
berlainan.
b.
Membandingkan ayat Al-Qur’an dengan matan al-hadis yang terkesan
bertentangan padahal tidak.
c.
Membandigkan antara penafsiran ulama/ aliran tafsir yang satu
dengan penafsiran ulama/aliran tafsir yang lain.
Beberapa contoh
kitab :
a.
Durrat al-Tanzi wa Qurrat al-Ta’wil (mutiara al-tanzil dan Kesejukan al-Ta’wil), karya al-Khatib
al-Iskafi (w. 420 H/1029 M)
b.
Al-Burban fi Tawjih Mutasyabih al-Qur’an (Bukti Kebenran dalam Pengerahan Ayat-Ayat Mutasyabih al-Qur’an ),
karangan Taj al-Qarra’ al-Kirmani (w. 505 H/1111 M)
Namun
sungguhpun demikian, raltif cukup banyak kitab-kitab yang dalam membahas
ayat-ayat tertentu dalam Al-Qur’an mencoba membahasnya dengan menggunakan
metode komparasi, meskipun tidak untuk semua ayat. Di antara contohnya ialah
Tafsir al-Maraghi dan Tafsir al-Jawahir fi Tafsir Al-Qur’an yang
sebagian contohnya pernah dikutipkan sebelum ini. Demikian pula dengan
kitab-kitab tafsir yang lain terutama tafsir ahkam yang umum
membanding-bandingankan pendapat fuqaha.
Kelebihan dan
kelemahan : tafsir al-muqarin memiliki beberapa kelebihan. Diantaranya lebih
bersifat objektif, kritis dan berwawasan luas. Sedangkan kelemahannya antara
lain terletak pada kenyataan bahwa metode tafsir Al-Muqarin bisa
digunakan untuk menafsirkan semua ayat Al-Qur’an seperti halnya pada tafsir
tahlili dan ijmali.
4.
Tafsir al-Maudhu’i
Tafsir al-Maudhu’i adalah tafsir yang membahas tentang
masalah-masalah al-Qur’an Al-Karim yang memiliki kesatuan makna atau tujuan
dengan cara menghimpun ayat-ayatnya yang bisa juga disebut dengan metode
tauhidi (kesatuan) untuk kemudian melakukan penalaran (analisis) terhadap isi
kandungannya menurut cara-cara tertentu dan berdasarkan syarat-syarat tertentu
untuk menjelaskan makna-maknanya dan mengeluarkan unsur-unsrunya serta
menghubung-hubungkannya antara tang saru dengan yang lain dengan korelasi yang
bersifat komprehensif.
Beberapa contoh :
1.
Al-Tibyan fi Aqsam al-Qur’an (penejelasan tentang Sumpah dalam al-Qur’an), karangan Ibn
Qayyim Al-Jawziyyah (691-751 H/1921-1350 M)
2.
Al-mar’ah fi al-Qur’an
(Wanita dalam al-Qur’an), karya al-ustadz Mahmud al-Aqqad.
3.
Makanah al-mar’ah fi al-Qur’an al-karim wa al-Sunnah al-Shahihah (kedudukan Wanita dalam al-Qur’an al Karim dan al-Sunnah al-Sunnah
al-Shahihah), buah pena Muhammad Biltaji
Kelebihan dan kelemahan : akan halnya metode-metode tafsir yang
lain, metode tafsir al-maudhu’i juga mempunyai beberapa kelebihan. Yang
terpenting ialah bahwa metode ini penafsirannya bersifat luas, mendalam, tuntas
dan sekaligus dinamis. Adapun kelemahannya antara lain sama dengan tafsir
al-Muqaram yakni tidak dapat menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an secara
keseluruhan seperti yang dapat dilakukan dengan metode tahlili dan
ijmali.
c.
Corak-Corak Penafsiran
Sejauh
ini corak-corak penafsiran yang dikenal antara lain sebagai berikut :
1. Corak Tafsir Falsafi
Yang
dimaksudkan dengan tafsir falsafi (al-tafsir al-falsafi) ialah
penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan pendekatan logika atau pemikiran
filsafat yang bersifat liberal dan radikal. Muhammad Husayn al-dzahhabi
ketika mengomentari perihal tafsir falsafi antara lain menyatakan bahwa menurut
penyelidikannya dalam banyak segi pembahasan-pembahasan filsafat bercampur
dengan penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an .
2. Corak Tafsir Ilmi
Tafsir
ilmi (al-tafsir al-ilmu) ialah penafsiran al-Qur’an yang pembahasannya
menggunakan pendekatan istilah-istilah (term-term) ilmiah dalam mengungkapkan Al-Qur’an dan seberapa
dapat berusaha melahirkan berbagai-cabang-ilmu pengetahuan yang berbeda dan
melibatkan pemikiran-pemikiran filsafat.
3. Corak Tafsir Tarbawi (Pendidikan)
Tafsir
tarbawi ialah tafsir yang berorientasi kepada ayat-ayat tentang pendidikan (ayat
al-tarbawi). Dibandingkan dengan corak-corak tafsir yang lain.
4.
Corak Tafsir Akhlaqi
Yaitu
penafsiran yang lebih cenderung kepada ayat-ayat tentang akhlaq dan menurut
pendekatan ilmu-ilmu akhlaq.
5.
Corak Tafsir Ayat Ahkam/Fiqhi
Yaitu tafsir yang lebih berorientasi kepada ayat-ayat hukum dalam
Al-Qur’an (ayat al-ahkam). Tafsir ini juga memiliki usia yang sangat tua
karena lahir bersamaan dengan kelahiran tafsir Al-Qur’an pada umumnya.
6.
Corak Sastra Bahasa
Corak sastra bahasa timbul akibat banyaknya orang non-Arab yang
memeluk agama Islam, serta akibat kelemahan-kelemahan orang Arab sendiri di
bidang sastra, sehingga dirasakn kebutuhan untuk menjelaskan kepada mereka
tentang keistimewaan dan kedalaman arti kandungan Al-Qur’an.
7.
Corak Sastra Budaya Kemasyarakatan
Corak sastra budaya kemasyarakatan yakni satu corak tafsir yang
menjelaskan petunjuk ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan langsung dengan
penyakit-penyakit atau masalah-masalah mereka berdasarkan petunjuk ayat-ayat,
dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah
dimengerti tetapi indah didengar.
4. Kitab-Kitab Tafsir Berbahasa Indonesia
Sejak pertiga
awal abad XX di Indonesia telah lahir berbagai karya berbahasa Indonesia
tentang Al-Qur’an, baik berupa terjemahan. Al-Qur’an dengan beberapa anotasi di
mana perlu maupun dalam bentuk tafsir Al-Qur’an sebagian atau keseluruhannya.
Dalam bentuk
terjemahan Al-Qur’an dengan beberapa anotasi dimana perlu antara lain:
1.
Mahmud Yunus, Tafsir Al-Qur’an al-Karim (1930)
2.
A. Halim Hasan, Zainal Arifin Abbas dan Abdur Rahim Haitami, Tafsir
al-Qur’an Al-Karim (1995)
3.
Zainuddin Hamidy dan Hs. Fachruddin, Tafsir Qur’an (1959)
4.
Bachtiar Surin, Terjemah dan Tafsir Al-Qur’an (1978)
5.
Oemar bakry, Tafsir Rahmat (1983),
6.
Team Penerjemah Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya(1975)
Dalam bentuk
tafsir Al-Qur’an sebagian atau keseluruhannya, antara lain :
1.
Abdul Karim Amrullah, Al-Burhan, Tafsir Juz’ Amma (1922)
2.
Ahmad Hasan, Al-hidayah Tafsir Juz’Amma (1930)
3.
M.Hasbhi ash-Shiddiqy, Tafsir Al-Qur’an Majid An-Nur (1952)
dan Tafsir Al-Bayan (1962)
4.
HAMKA, Tafsir Al-Azhar (1982)
5.
Team Penafsiran Departemen Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya (1995)
6.
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Qur’an (2000).
5.
Kegunaan atau Fungsi Tafsir
1.
Mengetahui sesuai dengan kemampuan maksud Allah yang terdapat di
dalam syariat-Nya yang berupa perintah dan larangan yang dengannya keadaan
manusia menajdi lurus dan baik
2.
Untuk mengetahui petunjuk Allah mengenai akidah , ibadah, dan
akhlak , agar individu dan masyarakat berhasil meraih kebahagiaan dunia dan
akhirat.
3.
Untuk mengetahui aspek-aspek kemukjizatan yang terdapat di dalam
Al-Qur’an al-Karim sehingga orang yang mempelajari hal tersebut sampai kepada
keimanan terhadap kebeneran risalah Nabi SAW
4.
Untuk menyampaikan seseorang kepada derajat ibadah yang paling
baik, sebab di dalam kajian tafsir tersebut seseorang akan sibuk dan giat
membaca Kalam Allah Ta’ala dan ia telah beribadah dengan usahanya memahami
maksud Allah sesuai dengan ukuran kemampuan manusia.
BAB III
KESIMPULAN
Secara etimologis, tafsir berakar dari kata fassara-yufassiru-tafsiran,
berarti keterangan dan penjelasan (al-idhah wa at-tabyin), Sekalipun
diungkapkan dengan kalimat yang berbeda-beda, tetapi ketiga definisi di atas
sepakat menyatakan bahwa secara terminologis tafsir adalah keterangan dan
penjelasan tentang arti dan maksud ayat-ayat Al-Qur’an. Sekalipun tidak
diungkapkan secara eksplisit dalam definisi, tentu saja Abu Hayyan dan
Az-Zarkasyi akan sepakat dengan Az-Zarqani bahwa keterangan dan penjelasan
tentang maksud firman Allah SWT tesebut sebatas kemampuan manusia.
Dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an para sahabat pertama-tama
menelitinya dalam Al- Qur’an sendiri, karena ayat-ayat Al-Qur’an satu sama lain
saling menafsirkan; kedua, merujuk kepada penafsiran Nabi Muhammad SAW, sesuai
dengan fungsi beliau sebagai mubayyin terhadap ayat-ayat Al-Qur’an; ketiga,
apabila mereka tidak menemukan keterangan tentang ayat tertentu dalam Al-Qur’an
dan tidak sempat menanyakannya kepada Rasulullah SAW, para sahabat berijtihad
dengan bantuan pengetahuan bahsa Arab, pengenalan terhadap tradisi Arab dan
kedaan orang-oraang Yahudi dan Nasrani di Arabia pada waktu ayat turun atau
latar belakang ayat tersebut diturunkan, dan dengan menggunakan kekuatan
penalaran mereka sendiri. Baru yang terakhir, sebagian sahabat ada pula
menanyakan beberapa masalah, khususnya sejarah Nabi-nabi atau Kisah-Kisah yang
tercantum dalam Al-Qur’an kepada tokoh-tokoh Ahlul Kitab yang telah memeluk
agama Islam.
Sebagaimana sudah disinggung dalam uraian perkembangan tafsir di
atas, dari segi bentuk dikenal dua bentuk penafsiran : a) Tafsir bi al-
ma’tsur dan b) Tafsir bi ar-ra’yi. Adapun Metodenya : Tafsir al-tahlili
(Deskriptif-Analitis), Tafsir al-Ijmali (Tafsir Global), Tafsir al-Muqaran
(Tafsir Perbandingan), Tafsir al-Maudhu’i. Macam-macam coraknya : Corak
Tafsir Falsafi, Corak Tafsir Ilmi., Corak Tafsir Tarbawi (Pendidikan), Corak
Tafsir Akhlaqi , Corak Tafsir Ayat Ahkam/Fiqhi, Corak Sastra Bahasa, Corak
Sastra Budaya Kemasyarakatan.
Begitu banyak berbagai kitab berbahasa Indonesia yang muncul pada
Abad ke-20, berupa terjemahannya dengan beberapa anotasi. Dan berbagai manfaat
tafsir bagi kehidupan manusia di dunia ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Muhammad, 2001. Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an 2, Jakarta :
Pustaka Firdaus
Al-Hayy, Abd. 1994, Metode
Tafsir Mawdhu’iy, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada
Ilyas, Yunahar, 2013. Kuliah
Ulumul Qur’an. Yogyakarta : ITQAN Publishing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar