Senin, 04 Mei 2015

Mata Kuliah Ulumul Qur'an tentang Tafsir Al-Qur'an



TUGAS ULUMUL QUR’AN
TENTANG TAFSIR AL-QUR’AN




Dosen pembimbing :
Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., MA.
dan
M. Nazieh Ibadilillah, S,HI

Disusun Oleh :
Nama : Alfian Nurul Ratri
      NIM   : 20130720095

 
                     

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA






KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Tafsir Al-Qur’an”. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi besar Muhammad SAW dan semoga kita menjadi pengikutnya yang setia dan mengikuti sunnahnya sampai ajal menjemput kita.
Penulis ucapkan terima kasih tak terhingga kepada Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.A. dan M. Nazieh Ibadillah, S.HI. selaku dosen mata kuliah “Ulumul Qur’an” yang selama ini memberi kontribusi besar kepada kami, mahasiswa jurusan “Pendidikan Agama Islam”, dalam memahami mata kuliah “Ulumul Qur’an”.
Penulis menyadari, masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dalam upaya menjadikan penulisan makalah ini menjadi lebih baik.
                                                                                                                                          
Yogyakarta, 8 Juni 2014


Penulis






DAFTAR ISI

Kata pengantar ................................................................................................... i
Daftar Isi ..............................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan .............................................................................................1
1.      Latar Belakang ........................................................................................ 1
2.      Rumusan masalah ................................................................................................ 1
3.      Tujuan ................................................................................................................ 2
BAB II Pembahasan ............................................................................................3
1.      Pengertian Tafsir ................................................................................................. 3
2.      Sejarah Perkembangan Tafsir .................................................................. 4
3.      Bentuk, Metode dan Corak Tafsir ....................................................................... 6
4.      Kitab-Kitab Tafsir Berbahasa Indonesia ............................................................. 15
5.      Kegunaan tafsir .................................................................................................. 16
BAB III Penutup .................................................................................................17
Kesimpulan .........................................................................................................17
Daftar Pustaka .....................................................................................................18



BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Al-Qur’an adalah al-nur yang diturunkan kepada Nabi SAW. Sebagai undang-undang yang adil dan syariat yang kekal, sebagai pelita bersinar terang dan petunjuk yang nyata. Di dalamnya termuat berita  tentang umat masa lampau dan umat masa mendatang. Di dalamnya terdapat hukum-hukum yang mengatur kehidupan kalian. Al-Qur’an itu firman itu firman yang memisahkan antara kebenaran dan kebatilan, bukan sebagai kata-kata senda gurau.
Al-Qur’an itu ditujukan oleh Allah kepada umat manusia sesuai dengan fitrahnya. Oleh karenanya, al-Qur’an selalu menunjukkan seruannya kepada akal sehat. Ini merupakan seruan universal yang bertujuan untuk membersihkan budaya , menjelaskan akidah , merobohkan tembok rasialisme, dan untuk menegakkan hukum dan undang-undang yang benar dan adil, menggantikan, hukum dan undang-undang tirani yang zhalim dan sewenang-wenang.
Al-Qur’an turun membawa hukum-hukum dan syariat secara berangsur-angsur menurut konteks peristiwa dan kejadian selana kurun waktu dua puluh tahun lebih. Oleh karenanya maka nabi bersama para sahabatnya senantiasa dan terus mempelajari al-Qur’an al-Karim beliau menjelaskan maksudnya secara global, menjelaskan artinya yang samar-samar dan menafsirkan segala masalah yang dirasa sangat sulit dipahami, sehingga tidak ada lagi keraguan dan kerancuan di benak para sahabat.
2.      Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Tafsir itu ?
2.      Bagaimana Sejarah Perkembangan Penafsiran ?
3.      Apa saja Bentuk, Metode. dan Corak dari Tafsir tersebut?
4.      Apa saja Kitab-Kitab Tafsir yang Berbahasa Indonesia?
5.      Apa kegunaan dari Tafsir itu?


3.      Tujuan
1.      Untuk mengetahui dan memahami pengertian Tafsir
2.      Mengetahui dan Memahami sejarah perkembangan penafsiran
3.      Mengetahui beberapa macam bentuk, metode, dan corak tafsir
4.      Mengetahui kitab-kitab tafsir yang berbahasa Indonesia
5.      Memahami dan Mengetahui Kegunaan adanya Tafsir




BAB II
 PEMBAHASAN

1.      Pengertian Tafsir
Secara etimologis, tafsir berakar dari kata fassara-yufassiru-tafsiran, berarti keterangan dan penjelasan (al-idhah wa at-tabyin), sebagaimana terdapat dalam firman Allah SWT:
وَ لَا يَأْتُو نَكَ بِمَثْلٍ إِلاجِئْنَاكَ بِا لْحَقِ وَ أَحْسَنَ تَفْسِيْرًا (٣٣ )
Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.” (Q.S Al-Furqan 25:33)

Kata fassara adalah bentuk muta’addi dari kata kerja fassara-yafsiru-fasran, atau fasara-yafsuru-fasran yang berarti al-bayan atau kasyf al-mughatha (menyingkap yang tertutup). Dengan demikian tafsir berarti kasyfu al-murad an al-lafzh al-musykil (menyingkap maksud dari kata yang sulit).
Dari segi terminologis, bermacam definisi dibuat oleh para ulama. Berikut ini beberapa di antaranya :
1.      Abu Hayyan:
Tafsir ada;ah ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafazh-lafazh Al-Qur’an dan tentang arti dan makna dari lafazh-lafazh tersebut, baik kata perkata maupun dalam kalimat yang utuh serta hal-hal yang melengkapinya.
2.      Az-Zarkasyi :
Tafsir adalah ilmu untuk memahami Kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW menjelaskan makna-maknanya serta mengeluarkan hukum dan hikmahnya.
3.      Az-Zarqani :
Tafsir adalah ilmu yang membahas tentang Al-Qur’an Al-Karim dari segi makna yang terkandung di dalamnya sesuai dengan maksud yang di inginkan oleh Allah SWT sebatas kemampuan manusia.

Sekalipun diungkapkan dengan kalimat yang berbeda-beda, tetapi ketiga definisi di atas sepakat menyatakan bahwa secara terminologis tafsir adalah keterangan dan penjelasan tentang arti dan maksud ayat-ayat Al-Qur’an. Sekalipun tidak diungkapkan secara eksplisit dalam definisi, tentu saja Abu Hayyan dan Az-Zarkasyi akan sepakat dengan Az-Zarqani bahwa keterangan dan penjelasan tentang maksud firman Allah SWT tesebut sebatas kemampuan manusia.

2.      Sejarah Perkembangan Tafsir
Usaha menafsirkan Al-Qur’an sudah dimulai semenjak zaman para sahabat Nabi sendiri, Ali ibn Abi Thalib (w.32 H) dan Ubay ibn Ka’ab (w.32 H) adalah diantara para sahabat yang terkenal banyak menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dibandingkan dengan sahabat-sahabat yang lain.
Dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an para sahabat pertama-tama menelitinya dalam Al- Qur’an sendiri, karena ayat-ayat Al-Qur’an satu sama lain saling menafsirkan; kedua, merujuk kepada penafsiran Nabi Muhammad SAW, sesuai dengan fungsi beliau sebagai mubayyin terhadap ayat-ayat Al-Qur’an; ketiga, apabila mereka tidak menemukan keterangan tentang ayat tertentu dalam Al-Qur’an dan tidak sempat menanyakannya kepada Rasulullah SAW, para sahabat berijtihad dengan bantuan pengetahuan bahsa Arab, pengenalan terhadap tradisi Arab dan kedaan orang-oraang Yahudi dan Nasrani di Arabia pada waktu ayat turun atau latar belakang ayat tersebut diturunkan, dan dengan menggunakan kekuatan penalaran mereka sendiri. Baru yang terakhir, sebagian sahabat ada pula menanyakan beberapa masalah, khususnya sejarah Nabi-nabi atau Kisah-Kisah yang tercantum dalam Al-Qur’an kepada tokoh-tokoh Ahlul Kitab yang telah memeluk agama Islam, seperti Abdullah ibn Salam (w.43 H). Ka’ab al-Ahbar (w. 32 H) dan lain-lain.
Tafsir pada masa sahabat ini belum merupakan ilmu sendiri, masih merupakan bagian dari riwayat-riwayat hadits yang berdasarkan, belum sistematis seperti tafsir yang kita kenal sekaarang. Disamping belum sistemaatis, pada masa sahabat ini pun Al-Qur’an belum ditafsirkan secara keseluruhan dan pembahasannya pun belum luas dan mendalam.
Sesudah periode sahabat, datanglah generasi berikutnya (tabi’in) meneruskan usaha yang telah dirintis oleh para sahabat. Disamping menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an dan Hadits Nabi, mereka juga tidak lupa mengutip dari Ahlul Kitab. Setelah itu baru mereka mengembangkan penafsiran sendiri berdasarkan ijtihad. Pada masa tabi’in ini, tafsir masih merupakan bagian dari hadits, tetapi sudah mengelompok menurut kota masing-masing.
Sesudah masa sahabat dan tabi;in datanglah masa kodifikasi (tadwin) hadits dimana riwayat-riwayat berisi tafsir dikelompokkan menjadi satu bab sendiri, walaupun tetap belum sistematis seperti susunan Al-Qur’an. Dalam perkembangan selanjutnya tafsir dipisahkan dari kandungan kitab hadits dan menjadi kitab sendiri. Para ulama seperti Ibn Majjah (w. 273 H ), Ibn Jarir at-Thabari (w. 320 H), Abu Bakar ibn Al-Munzir an-Natsaburi (w. 318 H) dan lain-lain mengumpulkan riwayat-riwayat yang berisi tafsir dari nabi, sahabat dan tabi’in dalam kitab sendiri. Riwayat-riwayat yang dikumpulkan itu sudah mencakup keseluruhan ayat-ayat Al-Qur’an dan disusun sesuai dengan sistematika mushaf, Bentuk penafsiran yang dirintis Ibn Jarir dan mufasir lain pada masa awal pembukuan tafsir inilah yang kemudian di kenal dengan bentuk at-tafsir bi al-ma’tsur.
Contoh kitab-kitab tafsir yang menggunakan bentuk at-tafsir bi al-ma’tsur ini antara lain adalah :
1)      Muhammad Ibn Jarir ath-Thabari (w. 310 H ), Jami’ al- Bayan fi Tafsir Al-Qur’an;
2)       Abu al-Laits Nashir ibn Muhammad as-Samarqandi (w. 373 H), Bahr al-Ulum
3)      Abu Ishaq Ahmad ibn Ibrahim ats-Tsa’labi (w. 427 H ), al-Kasysyaf wal al-Bayan ‘an Tafsir Al-Qur’an
4)      Abu Muhammad al-Husain ibn Mas’ud al-Baghawi (w. 510 H), Ma’alim at-Tanzil fi at-Tafsir
5)      Abu Muhammad Abd al-Haq ibn Ghalib ibn Athiyah (w. 546 H), al-Muharrir al-Wajiz fi Tafsir al-Kitab al-Aziz
6)      Abu al-Fada’ Ismail ibn Amr ibn Katsir (w. 774 H), Tafsir Al-Qur’an al-Azhim
7)      Abu Zaid Abd ar-Rahman ibn Muhammad ats-Tsa’labi (w. 876 H), al-Jawahir al-Hassan fi Tafsir Al-Qur’an dan
8)      Jalal ad-Din as-Suyuthi (w. 911 H), Ad-Durr al-Mantsur fi at-tafsir al-ma’tsur.
Sementara itu setelah ilmu pengetahuan tumbuh dan berkembang pesat pada masa Daulah Abbasiyah, para mufasir tidak puas hanya dengan bentuk bi al-ma’tsur, karena perubahan dan perkembangan zaman menghendaki pengembangan bentuk tafsir dengan memperluas dan memperbesar pesan ra’yu atau ijtihad dibandingkan dengan penggunaanya pada bentuk bi al-ma’tsur. Tafsir dengan bentuk ini kemudian dikenal dengan at-tafsir bi-ar-ra’yu.
Dengan at-tafsir bi-ar-ra’yi seorang musafir menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan menggunakan kemampuan ijtihad atau pemikiran tanpa meninggalkan tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an atau dengan hadits dan tidak pula meninggalkan sama sekali penafsiran para sahabat dan tabi’in. Bentuk ini mengembangkan penafsiran dengan bantuan bermacam-macam ilmu pengetahuan seperti ilmu bahasa Arab, ilmu qira’ah, ilmu-ilmu Al-Qur’an, ilmu hadits, ushul fiqh, ilmu sejarah, dan lain-lain sebagainya. Dinamai dengan at-tafsir bi ar-ra’yi karena yang dominan menang penalaran atau ijtihad mufasir itu sendiri.
Contoh kitab-kitab at-tafsir bi ar-ra’yi antara lain adalah :
1.    Abu al-Qasim Jarullah Mahmud ibn Umar az-Zamakhsyari al-Khawarizmi (w. 538 H), Al-Kasysyaf’an Haqaiq at-Tanzil wa’Uyun al-Aqawil fi Wujuh at-Ta’wil.
2.    Abu Abdillah Muhammad ibn Umar ar-Razi (w. 606 H), mafatih al-Ghaib
3.    Nashir ad-Din Abu Khair Abdullahh ibn Umar al-Baidhawi (w. 685 H), Anwar at-Tanzil wa Asrar at-Ta’wil
4.    Abu al-Barakat Abdullah ibn Ahmad an-Nasafi (w. 701 H), Madarik at-Tanzil wa Haqaiq at-Ta’wil
5.    Abu al-Fadhl Syihab ad-Din as-Sayyid Mahmud al-Alusi al-Baghdadi (w. 1270 H), Ruh al-Ma’ani fi Tafsir Al-Qur’an al-Azhim wa as-Sabi’al-Matsani.

3.      Bentuk, Metode, Dan Corak Tafsir
a.      Bentuk Penafsiran Al-Qur’an
Sebagaimana sudah disinggung dalam uraian perkembangan tafsir di atas, dari segi bentuk dikenal dua bentuk penafsiran : a) Tafsir bi al- ma’tsur dan b) Tafsir bi ar-ra’yi.

1.      Tafsir bi al- ma’tsur
Tafsir bi al-mu’tsur adalah menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, Al-Qur’an dengan sunnah Nabi dan Al-Qur’an dengan pendapat atau penafsiran para sahabat  Nabi dan tabi’in. Dinamai dengan bi al-ma’tsur (dari kata atsar yang berarti sunnah, hadits, jejak, peninggalan) karena dalam menafsirkan Al-Qur’an, seorang mufasir menelusuri jejak atau peninggalan masa lalu dari generasi sebelumnya terus sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Karena banyak menggunakan riwayat, maka tafsir dengan metode ini dinamai juga dengan tafsir bi ar-riwayah.
Bagi yang memeperhatikan kandungan Al-qur’an secara keseluruhan, akan menemukan bahwa pada satu tempat disebutkan satu hal dengan ringkas, tetapi pada tempat lain diuraikan panjang lebar, pada satu tepat disebutkan secara muthlaq atau absolut tetapi pada tempat lain dikaitkan dengan sesuatu, pada satu tempat disebutkan secara umum, tetapi pada tempat lain disebutkan pengecualiannya secara khusus, demikianlah antara lain bagaimana ayat-ayat Al-Qur’an menafsirkan satu sama lain.
Contoh tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an atau ayat dengan ayat adalah firman Allah dalam Surat Al-An’am ayat 82 ditafsirkan oleh Surat Luqman ayat 13. Allah SWT berfirman.
الَّذِيْنَ اآمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَا نَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَ مَنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ (٨٢)
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S Al-An’am 6: 82)
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِا بْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَاتُشْرِكْ بِا اللهِ إِنَّ اشَّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (١٣)

Dan (Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Q.S Luqman 31:13)

Tatkala mendengar Surat Al-An’am 82 di atas, sebagian sahabat merasa berat dan tidak akan sanggup menjadi orang yang beriman karena, siapakah di antara mereka yang tidak pernah melakukan kezaliman, paling tidak atas dirinya sendiri. Lalu Nabi menjelaskan bahwa kezalliman yang dimaksud dalam ayat tersebut, bukanlah seperti yang dipahami mereka, tetapi seperti yang dimaksudkan oleh hamba Allah yang saleh yaitu Luqman: “...Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. Demikianlah penjelasan Nabi sebagimana diriwayatkan oleh Bukhari Muslim at-Tirmidzi dan lain melalui sahabat Nabi Abdullah Ibn Mas’ud.
Penafsiran ayat dengan ayat tidak selamanya berdasarkan petunjuk Nabi seperti dalam contoh di atas, tetapi bisa juga atas pemahaman para sahabat atau tabi’in.
Contoh tafsir Al-Qur’an dengan hadits Nabi adalah apa yang diriwayatkan oleh Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Jarir dan lain-lain dari Adi in Hatim, ia berkata : Aku bertanya kepada Rasulullah SAW tentang firman Allah SWT, ghairil maghdhubi alaihim wa la adh-dhallin, Nabi menjelaskan bahwa ghairil maghdhubi alaihim adalah Yahudi, dan wa la adh-dhallin adalah Nashara.
Contoh lain adalah tentang apa yang dimaksud dengan Al-Kautsar yang terdapat dalam ayat pertama Surat Al-Kautsar. Diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim dari Anas, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Al-Kautsar adalah sungai yang diberikan Tuhan untukku di Sorga.”

2.      Tafsir bi ar-Ra’yi
Tafsir bi ar-ra’yi adalah menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan menggunakan kemampuan ijtihad atau pemikiran tanpa meninggalkan tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an atau dengan hadits dan tidak pula meninggalkan sama sekali penafsiran para sahabat dan tabi’in. Bentuk ini mengembangkan penafsiran dengan bantuan yang bermacam-macam ilmu pengetahuan seperti ilmu bahasa Arab, ilmu qiraah, ilmu-ilmu Al-Qur’an . Ilmu-Ilmu hadits, ushul fiqh, ilmu sejarah dan lain-lain sebagianya. Dinamai dengn at-tafsir bi ar-ra’yi karena yang dominan memang penalaran atau ijtihad mufasir itu sendiri.






b.      Metode Penafsiran Al-Qur’an
Dari segi metode sejauh ini dikenal ada empat metode penafsiran yaitu :
1.      Tafsir al-tahlili (Deskriptif-Analitis)
Secara harfiah, al-tahlili berarti menjadi lepas atau terurai. Yang dimaksud dengan al-tafsir al-tahlili ialah metode penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan uraian-uraian makna yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an dengan mengikuti tertib susunan/urut-urutan surat-surat dan ayat-ayat Al-Qur’an itu sendiri dengan sedikit banyak melakukan analisis di dalamnya.
Metode tafsir tahlili yang juga bisa disebut dengan metode tajzi’i tampak merupakan metode tafsir yang paling tua usianya. Metode tahlili, tegas M. Quraish Shihab, lahir jauh sebelum maudhu’i. Ia dikenal, katakanlah, sejak Tafsir al-Farra (w.206 H/ 821 M), atau Ibn Majah (w. 237 H/851 M, atau paling lambat al-Thabari (w. 310 H/922 M). 3 kitab-kitab tafsir al-Qur’an yang ditulis parab mufasir masa-masa awal pembukuan tafsir hampir atau bahkan semuanya menggunakan metode tahlili. Apakah itu dari kalangan tafsir bi al-ma’tsur seperti Jami’ al-Bayan’an Ta’wil Ayi al-Qur’an karangan Ibn Jarir al-Thabari, maupun dari aliran tafsir bi al-ra’yu semisal karya Muhammad Fakhr al-Din al-Razi al-Tafsir al-Kabir atau Mafatih al-Ghaib.
Bahkan dari aliran tafsir bi al-isyarah/ al-bathiniyah juga menampilkan tafsir dengan metode tahlili, seperti kitab tafsir Ghara’ib al-Qur’an wa Ragha’ib al-Furqan yang dipersembahkan al-Nay-saburi (w. 728 H/1328 M). Kecuali itu, metode tafsir tahlili terus berkembang pada masa-masa berikutnya. Bahkan hingga sekarang, al-tafsir al-tahlili masih tetep mengalir. Buku-buku tafsir yang telah disebutkan pada bab lain sebelum ini pada umumnya mengambil bentuk meetode tafsir tahlili.
Beberapa contoh kitab tafsir tahlili :
1.      Jami’ al-Baya’an Ta’wil Ayi al-Qur’an (Himpunan Penjelasan tentang Ta’wil Ayat-ayat al-Qur’an), 15 jilid dengan jumlah halaman sekitar 7125, karangan Ibn Jarir al-Thabari (w. 310 H/922 M).
2.      Tafsir al-Qur’an al-Azhim (Tafsir al-Qur’an yang Agung), 4 jilid dengan sekitar  2414 halaman sisipan ilmu tafsir pada jilid terakhir, karya al-Hafizh Imad al-Din Abi al-Fida’ Isma’il bin Katsir al-Quraisyi al-Dimasyqi (w. 774 H/1343 M).
3.      Tafsir al-Samarqandi (Bahr al-Ulum/lautan Ilmu), 3 juz, buah pena Nasr bin Muhammad bin Ahmad Abu al-laits al-Samarqandi (w. 939 H/1002 M atau 376 H/986 M menurut riwayat lain) dengan tebal halaman sebanyak 1891.
4.      Al-Durr al-Mantsur fi al-Tafsir bin al-Ma’tsur (Mutiara Kata Prosa dalam tafsir bi al-Ma’tsur ) susunan Jalal al-Din al-Suyuthi (849-911 H/1445-1505 M), stebal 5600-6400 halaman dalam 18 jilid.
5.      Adhwa’ al-Bayan fi Idhah al-Qur’an bi al-Qur’an (Cahaya Penerangan dalam Menjelaskan al-Qur’an dengan al-Qur’an) disusun oleh Muhammad al-Amin bin Muhammad al-Mukhtar al-jakani al-Syanqithi dalam 10 jilid dengan 6771 halaman.
Kelebihan dan Kekurangan : Tafsir Tahlili memiliki kelebihan dibandingkan dengan tafsir-tafsir yang lain. Kelebihan al-tafsir al-tahlili antara lain terletak pada keluasan dan keutuhannya dalam memahami Al-Qur’an. Dengan metode tahlili, seseorang diajak memeahami Al-Qur’an dari awal (surat al-Fatihah) hingga akhir (surat Al-Nas). Atau menimal dia memahami ayat dan surat dalam Al-Qur’an secara utuh. Cara memahami Al-Qur’an secara tartil ini telah dilakukan oleh para sahbat yang terkesan sangat hati-hati dan penuh tanggung jawab. Kelebihan lain dari metode tafsir al-tahlili ialah membahas Al-Qur’an dengan ruang lingkup yang luas. Meliputi aspek kebahasaan, sejarah, hukum dan lain-lain.
Sungguhpun demikian, tidak berarti metode tafsir tahlili tidak memiliki kelemahan. Di antara kelemahan tafsir al-tahlili ialah kajiannya tidak mendalam, tidak detail dan tidak tuntas dalam menyelesaiakn topik-topik yang dibicarakan. Kecuali itu, menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan metode tahlili juga memerlukan waktu yang cukup panjang dan menuntut ketekunan. Tafsir tahlili, kelemahannya juga terletak pada jalannya yang terseok-seok (tidak sistematis) dan inilah yang dikritik oleh Rasyid Ridha. 
2.      Tafsir al-Ijmali (Tafsir Global)
Secara lughawi, kata al-ijmali berarti ringkasan, ikhtisar, global dan penjumlahan. Dengan demikian maka yang dimaksud dengan tafsir al-ijmali ialah penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara mengemukakan isi kandungan Al-Qur’an melalui pembahasan yang bersifat umum (global), tanpa uraian apalagi pembahasan yang panjang dan luas. Juga tidak dilakukan secara rinci.
Pembahasannya hanya meliputi beberapa aspek dalam bahsa yang singkat semisal al-tasfir al-farid li al-Qur’an al-Madjid yang hanya mengedepankan arti kata-kata (al-mufradat), sahab nuzul (latar belakang penurunan ayat) dan penjelasan singkat (al-ma’na) yang sistematikanya sering diubah-ubah. Maksudnya, ada kalanya mengedepankan mufradat kemudian sabab al-nuzul dan al-ma’na, tetapi sering pula mendahulukan al-ma’na dan sabab al-nuzul.
Lebih dari itu ada beberapa kitab tafsir yang menggunakan metode global yang tidak lebih hanya mengedepankan makna sinonim dri kata-kata yang bersangkutan seperti tafsir al-Jalalayn yang pernah disebutkankan dalam halaman lain. Termasuk ke dalam contoh tafsir ijmali ialah karya Muhammad Mahmud Hijazi yang akan disebut nanti yang juga hanya mengemukakan al-mufradat, ma’na (penjelasan) dan sabab al-nuzul.
Bebebrapa contoh :
1.      Al-Tafsir al-Farid li al-Qur’an al-Majid (Tafsir yang Tiada Taranya untuk al-Qur’an yang Agung), 8 jilid dengan jumlah lebih kurang 3377 halaman, hasil usaha Dr. Muhammad Abd al-Mun’im.
2.      Marah Lahid Tafsir al-Nawani/ al-Tafsir al-Munir li Ma’alim al-Tanzil (kegembiraan yang Melekat Tafsir al-N/ Tafsir yang Bercahaya sebgai Petunjuk Jalan Menuju al-Qur’an), dua jilid, karangan al-Allamah al-Syekh Muhammad Nawawi al-jawi al-Bantani (1230-1314 H/ 1813-1879 M).
3.      Kitab al-Tashil li Ulum al-Tanzil (Buku Mudah untuk Ilmu-ilmu al-Qur’an), dua jilid dan empat juz, masing-masing terdiri atas sekitar 195 halaman hingga 228 halaman, susunan Muhammad bin Ahmad bin Juzzay al-Kalbi al-Gharnathi al-Andalusi (741-792 H/1340-1389 M).
4.      Al-Tafsir al-Wadhih (Tafsir yang Jelas), buah pena Dr. Muhammad Mahmud Hijazi, setebal tiga jilid dengan jumlah halaman hampir 3000.
5.      Tafsir al-Qur’an al-Karim (Tafsir al-Qur’an yang Mulia, karangan Mahmud Muhammad Hadan ‘Ulwan dan Muhammad Ahmad Barmiq, 6 jilid dengan jumlah halaman kurang lebih 3744.
Kitab ini oleh Abd Muhyi Ali Mahfuzh dinayatakan sebagai salah satu kitab yang pantas dijuluki sebagai salah satu mutiara yang jarang bandingannya karena isinya terlepas dari kisah-kisah israiliyyat, perdebatan madzhab fiqh dan perbantahan kalam (teologi). Pengarangnya berkonsentrasi kepada seluruh ayat dengan menerangkan makna-makananya dalam ungkapan yang mudah difahami.
Kelebihan dan Kelemahan : menafsirkan Al-Qur’an dengan metode ijmali (global) tampak sederhana, mudah, praktis, dan cepat, juga kelebihannya salah pesan-pesan Al-Qur’an itu mudah ditangkap. Inilah tampaknya kelebihan yang sesungguhnya lebih tepat dikatakan sebagai kesederhanaan tafsir ijmali dibandingkan dengan metode tafsir yang lain. Adapun kelemahan dari tafsir ijmali ialah terletak pada simplistisnya yang mengakibatkan jenis tafsir ini terlalu dangkal, berwawasan sempit dan parsial (tidak komprehensif).  
3.      Tafsir al-Muqaran (Tafsir Perbandingan)
Al tafsir al-muqaran ialah tafsir yang dilakukan dengan cara membanding-bandingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang memilki redaksi berbeda padahal isi kandungannya sama, atau antara ayat-ayat yang memilki redaksi yang mirip padahal isi kandungannya berlainan. Juga termasuk ke dalam metode komparasi (al-manhaj al-muqaran) ialah menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang selintas tinjau tampak berlawanan dengan al-hadis, padahal dalam hakikatnya sama sekali tidak bertentangan. 
Al-tafsir al-munaqaran juga bisa dilakukan dengan cara membandingkan antara aliran-aliran tafsir dan antara menfassirkan yang satu dengan mefassir yang lain: maupun perbandingan itu didasarkan pada perbedaaan metode bentuk-bentuk metode penafsirannya. Dengan demikian, amaka bentuk-bentuk metode penafsiran yang dilakukan dengan cara perbandingan memiliki objek yang luas dan banyak. Bentuk-bentuk penafsiran yang dimaksudkan terutama ialah :
a.       Membandingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang memilki redaksi berbeda tapi maksudnya sama, atau ayat-ayat yang menggunakan redaksi mirip padahal maksudnya berlainan.
b.      Membandingkan ayat Al-Qur’an dengan matan al-hadis yang terkesan bertentangan padahal tidak.
c.       Membandigkan antara penafsiran ulama/ aliran tafsir yang satu dengan penafsiran ulama/aliran tafsir yang lain.


Beberapa contoh kitab :
a.       Durrat al-Tanzi wa Qurrat al-Ta’wil (mutiara al-tanzil dan Kesejukan al-Ta’wil), karya al-Khatib al-Iskafi (w. 420 H/1029 M)
b.      Al-Burban fi Tawjih Mutasyabih al-Qur’an (Bukti Kebenran dalam Pengerahan Ayat-Ayat Mutasyabih al-Qur’an ), karangan Taj al-Qarra’ al-Kirmani (w. 505 H/1111 M)
Namun sungguhpun demikian, raltif cukup banyak kitab-kitab yang dalam membahas ayat-ayat tertentu dalam Al-Qur’an mencoba membahasnya dengan menggunakan metode komparasi, meskipun tidak untuk semua ayat. Di antara contohnya ialah Tafsir al-Maraghi dan Tafsir al-Jawahir fi Tafsir Al-Qur’an yang sebagian contohnya pernah dikutipkan sebelum ini. Demikian pula dengan kitab-kitab tafsir yang lain terutama tafsir ahkam yang umum membanding-bandingankan pendapat fuqaha.
Kelebihan dan kelemahan : tafsir al-muqarin memiliki beberapa kelebihan. Diantaranya lebih bersifat objektif, kritis dan berwawasan luas. Sedangkan kelemahannya antara lain terletak pada kenyataan bahwa metode tafsir Al-Muqarin bisa digunakan untuk menafsirkan semua ayat Al-Qur’an seperti halnya pada tafsir tahlili dan ijmali. 
4.      Tafsir al-Maudhu’i
Tafsir al-Maudhu’i adalah tafsir yang membahas tentang masalah-masalah al-Qur’an Al-Karim yang memiliki kesatuan makna atau tujuan dengan cara menghimpun ayat-ayatnya yang bisa juga disebut dengan metode tauhidi (kesatuan) untuk kemudian melakukan penalaran (analisis) terhadap isi kandungannya menurut cara-cara tertentu dan berdasarkan syarat-syarat tertentu untuk menjelaskan makna-maknanya dan mengeluarkan unsur-unsrunya serta menghubung-hubungkannya antara tang saru dengan yang lain dengan korelasi yang bersifat komprehensif.
Beberapa contoh :
1.      Al-Tibyan fi Aqsam al-Qur’an (penejelasan tentang Sumpah dalam al-Qur’an), karangan Ibn Qayyim Al-Jawziyyah (691-751 H/1921-1350 M)
2.      Al-mar’ah fi al-Qur’an (Wanita dalam al-Qur’an), karya al-ustadz Mahmud al-Aqqad.
3.      Makanah al-mar’ah fi al-Qur’an al-karim wa al-Sunnah al-Shahihah (kedudukan Wanita dalam al-Qur’an al Karim dan al-Sunnah al-Sunnah al-Shahihah), buah pena Muhammad Biltaji
Kelebihan dan kelemahan : akan halnya metode-metode tafsir yang lain, metode tafsir al-maudhu’i juga mempunyai beberapa kelebihan. Yang terpenting ialah bahwa metode ini penafsirannya bersifat luas, mendalam, tuntas dan sekaligus dinamis. Adapun kelemahannya antara lain sama dengan tafsir al-Muqaram yakni tidak dapat menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an secara keseluruhan seperti yang dapat dilakukan dengan metode tahlili dan ijmali.
c.       Corak-Corak Penafsiran
Sejauh ini corak-corak penafsiran yang dikenal antara lain sebagai berikut :
1.   Corak Tafsir Falsafi
Yang dimaksudkan dengan tafsir falsafi (al-tafsir al-falsafi) ialah penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan pendekatan logika atau pemikiran filsafat yang bersifat liberal dan radikal. Muhammad Husayn al-dzahhabi ketika mengomentari perihal tafsir falsafi antara lain menyatakan bahwa menurut penyelidikannya dalam banyak segi pembahasan-pembahasan filsafat bercampur dengan penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an .
2.   Corak Tafsir Ilmi
Tafsir ilmi (al-tafsir al-ilmu) ialah penafsiran al-Qur’an yang pembahasannya menggunakan pendekatan istilah-istilah (term-term) ilmiah  dalam mengungkapkan Al-Qur’an dan seberapa dapat berusaha melahirkan berbagai-cabang-ilmu pengetahuan yang berbeda dan melibatkan pemikiran-pemikiran filsafat.
3.   Corak Tafsir Tarbawi (Pendidikan)
Tafsir tarbawi ialah tafsir yang berorientasi kepada ayat-ayat tentang pendidikan (ayat al-tarbawi). Dibandingkan dengan corak-corak tafsir yang lain.  
4.      Corak Tafsir Akhlaqi 
Yaitu penafsiran yang lebih cenderung kepada ayat-ayat tentang akhlaq dan menurut pendekatan ilmu-ilmu akhlaq.
5.      Corak Tafsir Ayat Ahkam/Fiqhi
Yaitu tafsir yang lebih berorientasi kepada ayat-ayat hukum dalam Al-Qur’an (ayat al-ahkam). Tafsir ini juga memiliki usia yang sangat tua karena lahir bersamaan dengan kelahiran tafsir Al-Qur’an pada umumnya.
6.      Corak Sastra Bahasa
Corak sastra bahasa timbul akibat banyaknya orang non-Arab yang memeluk agama Islam, serta akibat kelemahan-kelemahan orang Arab sendiri di bidang sastra, sehingga dirasakn kebutuhan untuk menjelaskan kepada mereka tentang keistimewaan dan kedalaman arti kandungan Al-Qur’an.
7.      Corak Sastra Budaya Kemasyarakatan
Corak sastra budaya kemasyarakatan yakni satu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan langsung dengan penyakit-penyakit atau masalah-masalah mereka berdasarkan petunjuk ayat-ayat, dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti tetapi indah didengar.
 
4. Kitab-Kitab Tafsir Berbahasa Indonesia
Sejak pertiga awal abad XX di Indonesia telah lahir berbagai karya berbahasa Indonesia tentang Al-Qur’an, baik berupa terjemahan. Al-Qur’an dengan beberapa anotasi di mana perlu maupun dalam bentuk tafsir Al-Qur’an sebagian atau keseluruhannya.
Dalam bentuk terjemahan Al-Qur’an dengan beberapa anotasi dimana perlu antara lain:
1.         Mahmud Yunus, Tafsir Al-Qur’an al-Karim (1930)
2.         A. Halim Hasan, Zainal Arifin Abbas dan Abdur Rahim Haitami, Tafsir al-Qur’an Al-Karim (1995)
3.         Zainuddin Hamidy dan Hs. Fachruddin, Tafsir Qur’an (1959)
4.         Bachtiar Surin, Terjemah dan Tafsir Al-Qur’an (1978)
5.         Oemar bakry, Tafsir Rahmat (1983),
6.         Team Penerjemah Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya(1975)


Dalam bentuk tafsir Al-Qur’an sebagian atau keseluruhannya, antara lain :
1.         Abdul Karim Amrullah, Al-Burhan, Tafsir Juz’ Amma (1922)
2.         Ahmad Hasan, Al-hidayah Tafsir Juz’Amma (1930)
3.         M.Hasbhi ash-Shiddiqy, Tafsir Al-Qur’an Majid An-Nur (1952) dan Tafsir Al-Bayan (1962)
4.         HAMKA, Tafsir Al-Azhar (1982)
5.         Team Penafsiran Departemen Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya (1995)
6.         M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (2000).

5.    Kegunaan atau Fungsi Tafsir
1.    Mengetahui sesuai dengan kemampuan maksud Allah yang terdapat di dalam syariat-Nya yang berupa perintah dan larangan yang dengannya keadaan manusia menajdi lurus dan baik
2.    Untuk mengetahui petunjuk Allah mengenai akidah , ibadah, dan akhlak , agar individu dan masyarakat berhasil meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.
3.    Untuk mengetahui aspek-aspek kemukjizatan yang terdapat di dalam Al-Qur’an al-Karim sehingga orang yang mempelajari hal tersebut sampai kepada keimanan terhadap kebeneran risalah Nabi SAW
4.    Untuk menyampaikan seseorang kepada derajat ibadah yang paling baik, sebab di dalam kajian tafsir tersebut seseorang akan sibuk dan giat membaca Kalam Allah Ta’ala dan ia telah beribadah dengan usahanya memahami maksud Allah sesuai dengan ukuran kemampuan manusia.




BAB III
KESIMPULAN

Secara etimologis, tafsir berakar dari kata fassara-yufassiru-tafsiran, berarti keterangan dan penjelasan (al-idhah wa at-tabyin), Sekalipun diungkapkan dengan kalimat yang berbeda-beda, tetapi ketiga definisi di atas sepakat menyatakan bahwa secara terminologis tafsir adalah keterangan dan penjelasan tentang arti dan maksud ayat-ayat Al-Qur’an. Sekalipun tidak diungkapkan secara eksplisit dalam definisi, tentu saja Abu Hayyan dan Az-Zarkasyi akan sepakat dengan Az-Zarqani bahwa keterangan dan penjelasan tentang maksud firman Allah SWT tesebut sebatas kemampuan manusia.
Dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an para sahabat pertama-tama menelitinya dalam Al- Qur’an sendiri, karena ayat-ayat Al-Qur’an satu sama lain saling menafsirkan; kedua, merujuk kepada penafsiran Nabi Muhammad SAW, sesuai dengan fungsi beliau sebagai mubayyin terhadap ayat-ayat Al-Qur’an; ketiga, apabila mereka tidak menemukan keterangan tentang ayat tertentu dalam Al-Qur’an dan tidak sempat menanyakannya kepada Rasulullah SAW, para sahabat berijtihad dengan bantuan pengetahuan bahsa Arab, pengenalan terhadap tradisi Arab dan kedaan orang-oraang Yahudi dan Nasrani di Arabia pada waktu ayat turun atau latar belakang ayat tersebut diturunkan, dan dengan menggunakan kekuatan penalaran mereka sendiri. Baru yang terakhir, sebagian sahabat ada pula menanyakan beberapa masalah, khususnya sejarah Nabi-nabi atau Kisah-Kisah yang tercantum dalam Al-Qur’an kepada tokoh-tokoh Ahlul Kitab yang telah memeluk agama Islam.
Sebagaimana sudah disinggung dalam uraian perkembangan tafsir di atas, dari segi bentuk dikenal dua bentuk penafsiran : a) Tafsir bi al- ma’tsur dan b) Tafsir bi ar-ra’yi. Adapun Metodenya : Tafsir al-tahlili (Deskriptif-Analitis), Tafsir al-Ijmali (Tafsir Global), Tafsir al-Muqaran (Tafsir Perbandingan), Tafsir al-Maudhu’i. Macam-macam coraknya : Corak Tafsir Falsafi, Corak Tafsir Ilmi., Corak Tafsir Tarbawi (Pendidikan), Corak Tafsir Akhlaqi , Corak Tafsir Ayat Ahkam/Fiqhi, Corak Sastra Bahasa, Corak Sastra Budaya Kemasyarakatan.
Begitu banyak berbagai kitab berbahasa Indonesia yang muncul pada Abad ke-20, berupa terjemahannya dengan beberapa anotasi. Dan berbagai manfaat tafsir bagi kehidupan manusia di dunia ini.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Muhammad, 2001. Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an 2, Jakarta : Pustaka Firdaus
 Al-Hayy, Abd. 1994,  Metode Tafsir Mawdhu’iy, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada
Ilyas, Yunahar, 2013.  Kuliah Ulumul Qur’an. Yogyakarta : ITQAN Publishing






Tidak ada komentar:

Posting Komentar